3-Some ternyata Nikmat

SEPERTI yang pernah dikatakan oleh suamiku, ternyata threesome itu memang penuh dengan sensasi yang fantastis. Aku tak pernah membayangkan sebelumnya akan mengalami peristiwa-peristiwa yang luar biasa indahnya ini. Sekali lagi, aku tak mau disalahkan. Semua yang telah dan akan kulakukan adalah hasil dari kreativitas suamiku. Lalu aku mengembangkannya. Dan aku berjanji akan melaporkan semuanya kepada Mas Janus nanti.
Tapi apakah kejadian di rumah Piet ini harus kulaporkan juga kepada Mas Janus? Entahlah…aku belum bisa memastikannya.
Yang pasti, ketika aku masih asyik mengelus dan meremas kontol Piet dengan lembut, tangan Piet pun mulai merayap ke arah pangkal lenganku. Dan terasa tangan itu gemetaran waktu dengan ragu menyentuh payudaraku yang tidak sepenuhnya terhimpit oleh tubuh Troy. Aneh, sentuhannya menggetarkan batinku. Apakah karena ia seorang cowok yang sangat tampan, atau karena alat kelaminnya yang giant size ini? Entahlah. Yang pasti kupegang tangannya, lalu kuletakkan menempel payudaraku, supaya ia tidak ragu memegangnya. Piet pun merasa diijinkan, mulai meremas-remas payudaraku dengan hangat. Kulihat ekspresi wajahnya seperti yang sudah sangat bernafsu. Cara bernafasnya pun tampak terengah-engah. Terlebih setelah kugencarkan remasan-remasan lembutku di batang kemaluannya yang tidak dapat digenggam sepenuhnya ini. Hmm…aku harus jujur mengakuinya, bahwa aku suka, suka sekali pada anak muda bernama Piet ini. Kalau dia mau bersetubuh denganku, pasti takkan kutolak. Bahkan aku merasa ingin, ingin sekali merasakan kedahsyatan kontolnya ini. Seperti apa ya kalau sudah dibenamkan ke dalam liang kenikmatanku?
Tak lama kemudian terasa zakar Troy mendesak liang kenikmatanku kuat-kuat. Lalu Troy memeluk leherku erat-erat sambil mengelojot dan mendengus, “Oooo…ooohhhhhhhhhhh…..” diikuti dengan kejutan-kejutan kontolnya yang sedang menyemprot-nyemprotkan air maninya di dalam memekku.
Aku malah tak ingat lagi, apakah tadi sudah orgasme atau belum. Mungkin karena “terganggu” oleh kehadiran Piet yang membuatku jadi canggung.
Setelah Troy mencabut batang kemaluannya dari dalam memekku, aku pun bangkit. Tanpa ragu aku berbisik ke telinga Piet, “Kamu mau?”
Piet menatapku sambil tersenyum. Lalu mengangguk senang.
“Sebentar ya,” bisikku lagi, “veggyku harus dicuci dulu, biar bersih.”
Piet mengangguk lagi sambil mengamati sekujur tubuhku yang bugil. Kelihatan sekali ia sangat bernafsu.
Aku segera turun dari tempat tidur dan bergegas menuju kamar mandi. Kulihat ada shower air panas juga di kamar mandi ini. Tentu saja, masa rumah mewah begini gak ada shower air panasnya. Kulihat ada handuk tergantung di kapstok. Sabun cair pun ada. Ah, mending mandi dulu sebentar, untuk membersihkan keringat Troy yang masih tertinggal tubuhku, sekalian supaya badanku jadi segar lagi.
Di bawah semburan shower air hangat dan gosokan sabun cair, terasa tubuhku jadi segar lagi. Lalu kubuka pintu kamar mandi sambil berseru, “Pinjam handukmu ya Piet.”
Terdengar sahutan, “Iya silakan Mbak.”
Setelah mengeringkan tubuhku dengan handuk, kubelitkan handuk itu di tubuhku, menutupi dada sampai lutut. Lalu keluar dari kamar mandi, menghampiri Piet yang sedang duduk di atas tempat tidur, dengan tubuh ditutupi selimut. Sejenak aku menoleh ke kanan kiri. Troy tidak ada.
“Ke mana Troy?” tanyaku sambil menghampiri Piet yang sedang menatapku dengan senyuman menggoda.
“Lagi makan dulu. Sekalian kusuruh beli cemilan.“
“Malah bagus,” pikirku, “Tanpa kehadiran Troy aku bisa bebas mencumbu Piet. Aku langsung jatuh hati pada pandangan pertama….”
Dengan senyum yang menggetarkan hati, Piet memegang pergelangan tanganku, sambil berbisik, “Sengaja Troy kusuruh agak lama nyari makannya, biar aku bebas.”
“Oya?” aku mencium pipi anak muda itu. Dengan desir darah yang lain dari biasanya.
“Aku kan belum pengalaman, Mbak. Kalau dilihat sama Troy bisa salah tingkah nanti.”
Aku tersenyum. Lalu kuangsurkan bibirku ke bibirnya. Piet menyambutku dengan kecupan dan lumatan yang membuatku makin bergairah.
Rasa penasaran yang sejak tadi mengelayuti benakku, segera kulampiaskan, dengan menarik selimut anak muda itu. Aaah….darahku berdesir-desir antara ngeri dan penasaran setelah menyaksikan bentuk penis Piet dari jarak yang dekat, sangat dekat.
“Diapain punyamu ini Piet? Kok bisa begini besar dan panjangnya?” kataku sambil memegang kontol Piet yang sudah mengeras. Gila, diameternya sama dengan diameter gelas. Buktinya aku tidak bisa menggenggam sepenuhnya!
“Gak diapa-apain,” sahut Piet sambil menarik handuk yang masih meliliti tubuhku, sampai terlepas. Membuatku telanjang bulat lagi. Lalu kubiarkan ia memegang buah dadaku dengan tangan yang terasa gemetaran. Napasnya pun mulai terdengar sengal-sengal.
Ketika aku merebahkan diri, agak miring ke arah Piet, dengan pusat perhatian ke penis yang luar biasa gagahnya itu, Piet pun makin asyik meremas-remas buah dadaku. Aku pun mulai binal. Kupegang tangannya yang sedang asyik memainkan payudaraku itu, kemudian kutarik dan kutempelkan ke memekku yang berbulu lebat ini. Piet agak canggung. Maka kudaratkan kecupan hangat di pipynya, lalu berbisik di telinganya, “Mainkanlah sesukamu, sayang.”
Piet mengikuti anjuranku. Mulai mengelus jembutku, lalu jemarinya menyeruak dan mulai mengelus bibir kemaluanku.
Tak tahu kenapa, nafsuku kontan bergejolak. Mungkin karena diam-diam aku sudah jatuh hati kepada cowok tampan ini. Dan semakin terpesona lagi hatiku dibuatnya setelah Piet menanggalkan t-shirtnya…memperlihatkan bulu lebat di dadanya! O, kupikir ia diciptakan sebagai pria yang sempurna! Wajah tampan, badan tinggi semampai, kontol panjang besar….dada berbulu pula.
Dalam tempo singkat saja terasa bagian dalam kemaluanku mulai basah, dialiri lendir libidoku. Ini lain dari biasanya. Mungkin karena aku sudah benar-benar terpikat oleh ketampanan dan kelebihan-kelebihan Piet.
“Ayo, masukkan aja,” bisikku tak kuasa menahan nafsu, sambil menelentang dan merenggangkan kedua pahaku. Dengan cowok yang kukagumi begini, rasanya tak perlu pemanasan berlama-lama.
Tanpa ba-bi-bu lagi Piet pun merayap ke atas tubuhku sambil memegangi kontolnya yang sudah ngaceng berat itu. Kuarahkan moncongnya agar menekan mulut memekku yang sudah berlendir ini. Lalu kukedipkan mataku agar ia mendorongnya. Ia pun mengikuti isyaratku.
Tapi saking gedenya kontol Piet, susah sekali masuknya ke dalam memekku. Padahal aku sudah merenggangkan pahaku selebar mungkin.
Piet sendiri sudah ngos-ngosan mendorong batang kemaluannya.
“Kalau ada pake krim dulu, sayang. Punyamu kegedean…” bisikku, “Atau kalau kamu mau, jilatin dulu memekku sampai basah sekali.”
Piet mengangguk. Tampaknya ia memilih jalan yang kedua…melorot turun sehingga wajahnya membenam di antara kedua pangkal pahaku. Aku merentangkan paha lagi, supaya Piet leluasa menjilati memekku. Ya, ia sudah mulai….!
Dan aku terpejam-pejam saking nikmatnya. Agak aneh memang ketika jilatan Piet terasa begini enaknya, seperti jilatan cowok yang sudah berpengalaman dalam ngemut memek cewek. Ketika hal ini kutanyakan, Piet menjawab bahwa ia belajar dari film bokep yang sering ditontonnya. Aku pun mengerti jadinya. Lalu kubiarkan lidah Piet menyapu bibir kemaluan dan kelentitku. Ah…saking enaknya, aku mulai merintih-rintih histeris, “Piet…oooh….ini enak sekali…oooh….aku mau keluar nih Piet…..”
Aku berpikir tak usah kutahan-tahan, mending orgasme dulu, supaya liang kemaluanku agak becek, supaya kontol Piet agak mudah menerobos liang kenikmatanku. Lalu aku mengejang di puncak kenikmatanku, samil meremas rambut Piet yang berada di bawah perutku. Terasa cairan birahiku membasahi liang kemaluanku yang merekah dan berkedut-kedut lembut.
“Cukup Piet,” kataku terengah setelah selesai menikmati indahnya orgasmeku, “Sekarang masukkan saja.”
Piet pun naik lagi ke atas dadaku, sambil mengarahkan moncong batang kemaluannya ke arah vaginaku. Dengan hati-hati aku membantunya, memegang batang kemaluannya yang terasa makin mengeras, supaya bisa pas menuju liang vaginaku yang sudah merekah dan dibanjiri cairan birahiku bercampur dengan air liur Piet.
Lalu terasa batang kemaluan Piet mulai mendesak agak kuat dan mulai masuk ke dalam liang kemaluanku. Membuatku merintih sambil memegang bahunya, “Oh…sudah ma…masuk sayang…jangan disekaliin ya….dikit-dikit biar gak sakit…”
Dan…oh…batang kemaluan yang ukurannya luar biasa itu mulai memaksa masuk ke dalam liang kemaluanku. Kalau aku belum pernah melahirkan, pasti aku kesakitan setengah mati. Untungnya aku pernah melahirkan, sehingga liang kenikmatanku bisa cepat menyesuaikan diri dengan ukuran batang kemaluan Piet. Lalu mulailah Piet mengayun batang kemaluannya, maju mundur di dalam liang kenikmatanku. Terasa sekali batang kemaluan yang luar biasa gede dan panjang ini memenuhi sekujur liang vaginaku, bahkan terasa liang vaginaku membesar untuk menyesuaikan diri dengan ukuran alat vital Piet.
Aku merem-melek dalam arus nikmat. Dan ketika terasa lidah Piet mencari-cari di seputar bibirku, dengan penuh hasrat kuhisap lidahnya. Kulumat bibirnya dengan mesra, sambil merasakan geli-geli enaknya gesekan bulu dada Piet. Sementara batang kemaluan Piet semakin mantap memompa liang kenikmatanku, yang terkadang membuatku merengek-rengek histeris, “Piet…oh…Piet…..enak Piet….”
Rasanya baru pertama kali ini aku merasakan sesuatu yang luar biasa nikmatnya. Mungkin karena sejak awal melihatnya tadi, sudah ada getaran suka sekali kepada cowok bernama Piet ini. Terlebih setelah mengetahui gagah perkasanya batang kemaluan cowok tampan ini. Luar biasa nikmatnya.
Piet sendiri cuma mendengus-dengus waktu mengayun zakarnya di dalam liang kenikmatanku. Berbaur dengan erangan dan rengekan nikmatku, dalam kehangatan yang dahsyat pengaruhnya bagi jiwaku.
Kedua tanganku tiada hentinya meremas-remas ke sana sini. Terkadang ke kain seprai, terkadang ke bahu dan bahkan rambut Piet pun tak luput dari remasanku, diiringi bisikan histerisku, “Piet…ooh…Piet….ini enak sekali, sayang…oooh….enak sekali Piet…”
Piet pun tiada hentinya meremas-remas buah dadaku. Terkadang menjilati putingnya, membuatku terpejam-pejam dalam arus nikmat.
Pada saat sedang enak-enaknya aku menikmati gesekan batang kemaluan Piet, Troy datang dengan senyum di bibir. Aku tak pedulikan dia lagi karena sedang asyik menikmati keperkasaan Piet yang mulai membawaku ke detik-detik menjelang orgasme. Tapi Troy memunculkan batang kemaluan dari celananya, tampak sudah ngaceng lagi. Dan mengangsurkannya ke dekat tanganku. Terdorong oleh rasa kasihan, kugenggam batang kemaluan adik iparku yang sudah keras lagi itu. Lalu kuremas dengan lembut.
BARU sampai di situ aku membaca buku harian istriku, kudengar suara langkah memasuki pekarangan rumahku. Buru-buru kuletakkan lagi buku tebal itu di tempatnya semula. Kemudian aku keluar dari kamarku.
Memang apa yang kubaca tadi ada yang membuatku kesal, yakni mengenai teman Troy bernama Piet itu. Karena aku tak pernah dilapori soal itu. Tapi aku tak mau memperlihatkan rasa kesalku waktu istriku pulang bersama anakku.
Yah, biar bagaimana juga semua yang telah terjadi adalah buah dari pohon yang kutanam. Malah sejujurnya harus kuakui, bahwa setelah membaca buku harian istriku itu, rasa cemburuku timbul dan dari kecemburuan ini timbul nafsuku. Maka malamnya aku mengajak istriku bersetubuh dengan penuh gairah. Bahkan sampai dua kali aku ejakulasi di dalam memeknya.
Tapi biar bagaimana aku ini manusia biasa. Ada perasaan yang kupendam di dalam hatiku. Perasaan cemburu dan geram, karena diam-diam dia melangkah sendiri tanpa melapor padaku. Padahal aku sudah kasih tau bahwa dia boleh ML sama orang lain tapi harus melapor padaku.
Lalu, apakah aku harus balas dendam? Entahlah. Yang jelas, aku mengalami suatu peristiwa yang tak pernah kurencanakan sebelumnya. Saat itu Yuyun, babysitterku, sedang pulang kampung. Istri dan anakku sedang di rumah mertuaku. Dan aku sendirian di rumah.
Sore itu aku agak heran ketika melihat Yuyun sudah pulang lagi. Berarti dia hanya semalam di kampungnya. Padahal dia minta izin seminggu di kampungnya.
“Kok sudah pulang lagi Yun?” tanyaku.
“Iya pak. Gak betah di kampung, lagi musim kemarau terasa gersang banget. Lagian saya ingat terus sama Bernard, ingat juga sama Ibu, kasihan gak ada yang bantuin jaga Bernard. Makanya saya pulang cepet. Tapi…Ibu sama Bernard ke mana Pak?”
“Lagi di rumah neneknya Bernard. Mungkin tiga hari lagi di sana.”
“Wah, tau gitu saya gak usah pulang dulu…tadinya takut Bernard gak ada yang urus.”
“Gakpapa,” kataku, “Malah bagus, ada yang masakin nasi. Kalau aku pergi juga rumah ada yang jaga.”
Yuyun tersenyum. Dan sejak saat itulah muncul pikiran lain di dalam benakku. Diam-diam aku mulai memperhatikan gerak-gerik Yuyun, yang sebenarnya tidak kalah manis kalau dibandingkan dengan istriku.
Sudah setahun Yuyun bekerja sebagai babysitter di rumahku. Dari pengakuannya, dia seorang janda meski usianya baru 22 thn. Dari perkawinannya, dia belum punya anak. Makanya kulihat dia sayang sekali pada Bernard, malah lebih telaten daripada istriku.
Tapi sekarang aku bukan sedang mempertimbangkan ketelatenannya dalam merawat anakku. Aku sedang mempertimbangkan bentuk tubuhnya yang lumayan seksi, tinggi berisi. Malah kelihatannya payudaranya lebih montok daripada payudara istriku. Kulitnya juga bersih. Justru karena bersihnya itu istriku langsung menerima dia sebagai babysitter. Kalau babysitternya tampak jorok kan kasihan anakku.
Kesempatan ini datang begitu saja. Tanpa dipikirkan dulu apalagi direncanakan. Dan lama aku mempertimbangkan segala sesuatunya, sampai malam tiba.
Yuyun memang rajin. Walaupun tugasnya merawat Bernard, ia mau sibuk di dapur kalau anakku sedang tidur. Padahal babysitter lain jarang yang mau “dwifungsi” begitu.
Malam itu pun dia yang menghidangkan makan malamku. Pada waktu aku makan, kulihat ia masuk ke kamar mandi belakang. Pasti ia mau mandi. Tiba-tiba saja aku jadi nakal. Kutinggalkan makanan di meja makan, lalu mengendap-endap menuju pintu kamar mandi belakang.
Aku hafal benar ada lubang di dinding yang membatasi dapur dengan kamar mandi belakang. Dan aku seperti seorang pencuri, berjalan mengendap-endap menuju lubang rahasia itu.
Jantungku berdegup-degup ketika lewat lubang rahasia itu aku bisa melihat Yuyun sedang melucuti pakaiannya sehelai demi sehelai. Gila, aku merasa lebih terangsang daripada nonton bokep. Tak kusangka Yuyun memiliki tubuh semulus itu. Payudara yang montok, pinggang yang ramping, buah pinggul yang besar…mirip guitar Spanyol!
Aku kembali ke ruang makan dengan jantung degdegan. Apa yang kulihat lewat lubang rahasia tadi benar-benar merangsang, membangkitkan nafsu birahiku. Lalu apa yang harus kulakukan?
Lama aku tercenung memikirkan Yuyun yang ternyata memiliki tubuh begitu indah dan menggiurkan. Begitu jauh aku terhanyut dalam terawanganku, sampai selera makanku hilang, lalu kutinggalkan makananku yang belum habis, duduk di ruang keluarga sambil nonton TV. Tapi hanya mataku yang terarah ke layar TV. Pikiranku tidak ke sana.
“Makannya gak dihabisin pak?” tegur Yuyun di dekat meja makan.
“Iya, lagi hilang nafsu makan Yun,” sahutku tanpa menoleh ke arah babysitter seksi itu. Padahal hatiku sedang memikirkan dia dan segala keindahan yang kusaksikan tadi.
“Kenapa, bapak lagi sakit?” tanya Yuyun terdengar risau.
“Gak, cuma kecapean mungkin. Badan terasa pegel-pegel. Kamu bisa mijit Yun?”
“Kalau mijit asal mijit sih bisa. Bapak mau dipijit?”
“Iya. Asal hilang aja pegelnya. Punggung terasa pegel sekali Yun.”
“Iya Pak. Sebentar saya mau beresin meja makan dulu.”
Aku terdiam. Seperti sedang merasakan ada yang sakit. Padahal hatiku sedang tertawa. Aku semakin yakin, semuanya akan berjalan lancar.
Aku sedang rebahan di sofa panjang ketika Yuyun menghampiriku sambil bertanya, “Mau di situ dipijitnya Pak?”
“Di kamar aja Yun,” sahutku, “Biar kalau ketiduran ya bisa langsung tidur.”
Yuyun mengangguk lalu mengikutiku ke dalam kamar.
Lalu aku menelungkup di atas kasur, seolah-olah siap untuk dipijit. Yuyun pun duduk di pinggiran bed sambil bertanya, “Mau pakai obat gosok pak?”
“Gak usah ah, suka kepanasan,” sahutku dengan perasaan geli, karena aku tidak benar-benar butuh pijitan. Lalu kubuka baju piyamaku dan menelungkup kembali.
Yuyun pun mulai memijati punggungku. Enak juga pijatannya. Tapi diam-diam mataku mulai memperhatikan lututnya yang terlipat di sampingku. Ini membuatku tak sabaran. Dan mulai menyentuh lututnya…bahkan sedikit naik ke pahanya…halus dan hangat.
“Pak…” cetus Yuyun tersendat, karena tanganku mulai mengelus pahanya.
“Pahamu mulus, Yun…” kataku sambil mengubah posisi jadi terlentang. Yuyun tampak kebingungan. Terlebih setelah aku duduk di sampingnya, dengan tangan makin merayap masuk ke balik dasternya…mulai menyelinap ke balik CDnya.
“Pak…katanya mau dipijit….” Yuyun tidak meronta sedikit pun. Ini bisa kujadikan indikator bahwa ia suka dengan perlakuanku padanya. Aku jadi semakin percaya diri. Tanganku mulai menyentuh rambut kemaluannya…celah kemaluannya…mulai membasah, licin dan hangat.
“Ooooh…Pak….nanti kalau saya kepengen, bagaimana? Oooohh….” Yuyun memegang pangkal lenganku erat-erat sambil memejamkan mata, karena jemariku mulai menyelusup ke dalam liang memeknya, lalu kugerak-gerakkan keluar masuk.
“Justru aku ingin kamu kepengen…aku juga lagi kepengen nih,” bisikku tanpa menghentikan permainan tanganku di liang memek Yuyun yang makin basah dan menghangat.
Aku pun tak ragu lagi untuk menarik celana dalam Yuyun, lalu mendorong dadanya sampai telentang di atas tempat tidurku. Yuyun diam saja, cuma memandangku dengan mata sayu, mata wanita yang sudah dikuasai nafsu. Dan aku yakin, dia sangat membutuhkan kejantanan malam ini.
Tanpa banyak variasi lagi kulepaskan daster Yuyun, sehingga ia tinggal mengenakan beha saja, sementara CDnya sudah kulemparkan ke lantai tadi. Yuyun diam pasrah. Aku pun melepaskan celana piyamaku, sehingga jadi langsung telanjang, karena sedang tidak memakai CD.
Aku agak terburu-buru menempelkan moncong kontolku ke memek Yuyun, karena takut pikirannya berubah. Yang penting masukin dulu kontolku yang sudah ngaceng berat ini, hal-hal lain akan kuatur nanti.
“Duuh…sudah masuk Pak…” rengek Yuyun setelah batang kemaluanku mulai melesak ke dalam liang memeknya.
Beberapa saat kukocok-kocok kontolku di dalam liang memek Yuyun, tak kumasukkan semuanya supaya ia tidak merasa sakit sedikit pun. Makin lama makin dalam masuknya. Dan akhirnya aku berhasil membenamkan seluruh bagian batang kemaluanku di dalam liang surgawi babysitterku.
Mulailah aku menelungkup di atas dada Yuyun, sambil berusaha menanggalkan behanya, sambil mengayun kontolku maju mundur di dalam liang memek Yuyun yang makin lama makin licin dan hangat.
Setelah beha Yuyun terlepas, aku mulai meremas buah dadanya yang sebelah kanan, sementara puting [ayudara kirinya mulai kuemut-emut, membuat Yuyun mulai mendesah-desah. Dan ia tak segan-segan lagi memeluk pinggangku erat-erat, sambil menggoyang pinggulnya dengan gerakan yang meliuk-liuk.
Terasa enak sekali goyangan pinggul Yuyun. Tak kusangka dia sudah berpengalaman dalam menggoyangkan pinggulnya. Mungkin pengalaman dari masa perkawinannya dahulu, atau ada hal lain, entahlah.
“Aduh pak…ini kok enak sekali pak…” terdengar Yuyun merengek-rengek perlahan waktu aku mulai gencar mengentotnya.
“Punyamu juga enak sekali, Yun…”sahutku jujur.
“E…enakan punya ibu lah…”
“Ibu kan pernah melahirkan…enakan memek kamu, sayang,” kataku tanpa menghentikan genjotan batang kemaluanku, malah sambil melumat bibirnya yang hangat.
Yuyun memang sangat pandai menjaga kebersihan.
Tiba-tiba terdengar bunyi hpku yang kusimpan di bawah bantal. Sengaja kusimpan tidak jauh dari jangkauanku, takut kalau-kalau istriku menelepon. Tapi itu bunyi sms.
Masih sempat aku mengambil hpku sambil menghentikan ayunan zakarku. Yuyun pun terdiam tak bergerak.
Ternyata sms dari Benny. Isinya, “Broer! Aku hutang satu padamu. Aku kan sudah threesome sama istrimu. Kapan kamu mau threesome sama istriku? Kan biar impas hutangku, broer!”
Aku tersenyum. Lalu kubalas smsnya, “Kamu ke rumahku sekarang. Biar aja hutangmu jadi dua. Tapi sekarang yang mau dithreesome bukan istriku. Kamu tau babysitterku kan? Aku lagi ML sama dia. Makanya cepetan. Mumpung istriku lagi di kampungnya. Cepetan ya. Kalau terlambat, aku takut dia keburu nggak mau.”
“Hah?! Oke! Oke! Aku segera ke sana!” balas Benny di smsnya,
“Masuk pintu samping aja. Gak dikunci. Pintu kamarku juga gak dikunci!” kataku di sms.
“Oke broer!”
Lalu kusimpan lagi hpku di bawah bantal.
“Siapa pak? Ibu?” tanya Yuyun dengan wajah bersorot cemas.
“Bukan. Dari Benny. Kamu sudah tahu Benny kan?”
“Oh, pak Benny yang sering ke sini itu Pak?”
“Iya…” sahutku sambil mengayun kembali batang kemaluanku, “Sebentar lagi dia akan ke sini. Suasananya akan jauh lebih meriah.”
“Maksud Bapak?”
“Dia pengen nonton kita beginian.”
“Ah…Bapak ada-ada aja…”
“Jangan takut…dia orang baik kok.”
“Tapi masa kita lagi telanjang…lagi beginian mau ditonton orang?”
“Kami biasa seperti itu. Kalau aku lagi beginian sama Ibu, dia suka nonton. Kalau dia begituan sama istrinya, aku juga suka nonton. Santai aja…”
“Ih…Bapak ada-ada aja….nanti kalau dia ngiler gimana?”
“Terserah kamu…aku sih ngijinin aja. Yang penting kamunya juga mau. Nggak boleh main paksa.”
Yuyun memejamkan matanya. Mungkin sedang berpikir. Tapi aku malah makin gencar mengayun batang kemaluanku. Membuat Yuyun terkadang menggeliat, terkadang meremas-remas bahu dan pinggangku.
Keringat pun mulai membersit dari pori-poriku.
Aneh. Setelah mengajak Benny untuk “joint”, aku merasa makin bersemangat, sambil membayangkan akan meriahnya pesta threesome nanti. Maka semakin gencar aku mengayun batang kemaluanku, maju-mundur di dalam liang memek Yuyun.
“Duh…pak….sa…saya sudah mau sampai….” rintih Yuyun setengah berbisik sambil mengejut-ngejutkan pinggulnya, mungkin supaya kelentitnya makin tergesek oleh zakarku.
Aku pun makin agresif mengentotnya. Ini membuatku cepat mencapai titik klimaks, “Ayo kita barengin Yun. Aku juga mau lepas,” bisikku terengah sambil mempercepat gerakan batang kemaluanku. Tapi aku masih menyadari langkah Benny memasuki kamarku dengan langkah mengendap-endap. Yuyun tidak melihatnya, karena aku sengaja menghalangi pandangannya dengan mencium matanya.
Lalu kami sama-sama menggelepar. Sama-sama menahan napas sesaat dan melepaskannya sekaligus. Aaaahhhhhhhhhhhhhh…….
Dan kami terkapar dalam kepuasan.
“Asyik bener bisa bareng-bareng meletusnya ya?” cetus Benny yang sedang berdiri di dekat tempat tidurku.
Yuyun terkejut. Seperti mau berontak. Tapi dia masih tertindih oleh tubuhku. Batang kemaluanku pun masih menancap di dalam memeknya.
“Tenang aja Yun,” bisikku, “kamu pasti puas sekali malam ini.”
“Ah…bapak….” hanya itu yang terlontar dari mulutnya. Lalu terdiam dengan sikap malu-malu ketika Benny sudah duduk di sampingnya.
“Kami ini kompak, Yun,” kata Benny sambil mengelus rambut Yuyun. “Kami selalu membagi kebahagiaan dengan adil.”
Kuberi kesempatan bagi Benny dengan mencabut batang kemaluanku yang sudah lemas. Lalu turun dari tempat tidur dan masuk ke kamar mandi, buat kencing dan mencuci batang kemaluanku yang berlepotan air mani. sengaja agak berlama-lama di dalam kamar mandi, supaya Benny dan Yuyun bebas melakukan apa saja yang mereka mau.
Ketika aku kembali ke tempat tidur, kulihat Benny sedang berciuman dengan Yuyun. Hmm…pasti bakal jadi rame nih. Aku pun menghampiri mereka. Duduk bersila di dekat kepala Yuyun sambil berkata, “Kamu harusnya bahagia Yun. Mulai malam ini ada dua orang lelaki yang akan membahagiakan batinmu.”
Yuyun memegang pergelangan tanganku sambil memandangku.
“Kenapa? Pak Benny itu kan sahabat yang paling dekat denganku. Apa pun yang terjadi di antara kita bertiga, dijamin akan menjadi rahasia.”
Yuyun terdiam. Tapi pandangannya tertuju ke arah Benny yang sedang menanggalkan pakaiannya.
Aku menyuruh Yuyun merebahkan kepalanya di atas pangkuanku. Dia menurut saja. Aku bersila sambil menyandar ke dinding, dengan membiarkan kepala Yuyun berada di atas pahaku.
Kulihat Benny sudah mengarahkan batang kemaluannya ke memek Yuyun, sambil menahan tubuhnya dengan sebelah tangan, sehingga aku leluasa meremas sepasang payudara Yuyun yang masih lembab oleh cucuran keringatku tadi.
“Biar bagaimana pun disetubuhi sama dua orang lelaki pasti lebih memuaskan daripada seorang lelaki,” kataku ketika Benny sudah berhasil memasukkan batang kemaluannya ke memek Yuyun yang pasti masih basah dan mudah dimasuki kontol Benny.
“Tapi kalau saya ketagihan bagaimana?” cetus Yuyun sambil memejamkan matanya, “Kalau Ibu sudah datang kan nggak bisa begini…”
“Bisa diatur, Yun,” Benny yang menyahut, “Kita bisa main di hotel nanti.”
“Iya,” aku memperkuat ucapan Benny, “Kamu kan dapat libur seminggu sekali. Nah…daripada ngeluyur gak keruan, di hari-hari liburmu mending kita senang-senang di hotel.”
“Oooh….” Yuyun memegang pergelangan tanganku erat-erat, “Iiih…punya Pak Benny besar sekali ih….oooh….”
Aku agak iri mendengar pernyataan itu. Tapi aku tetap asyik meremas-remas payudara Yuyun pada saat Benny mulai mantap mengentot memek babysitterku.
Tapi Yuyun tahu diri juga. Meski sedang enak-enaknya menikmati entotan Benny, tangannya menyelinap ke bawah dan menangkap batang kemaluanku yang sudah ngaceng lagi.