koleksi FotBug Artis











mau yang lebih hot,kirim permintaan anda ke
nadauhu@yahoo.com










»» Baca selengkapnya.....

Next Time Dengan Simpanan Mama

Dua minggu kemudian. Aku baru bangun tidur siang. Sekitar jam tiga sore. Waktu itu hari Rabu, aku enggak ada kelas. Karena itu biasanya habis tidur siang, sorenya aku latihan tenis. Kuubek-ubek kamarku, tapi tak kutemukan dimana raket tenisku berada. Jangan-jangan dipinjam si Toni, pikirku. Adik bungsuku itu memang doyan banget minjem barang-barangku tanpa permisi.

Aku segera menuju kamarnya yang terletak di pavilyun samping bangunan utama rumah kami. Toni memang sengaja diberikan kamar disitu. Maklum ABG. Dia doyan nge-Band bareng temannya. Daripada ribut dengar suara alat musik yang dimainkannya bareng-bareng temannya maka lebih aman meletakkannya disitu. Jadi suaranya tidak terlalu keras terdengar di dalam rumah. Mending suara musik yang dimainkan asyik di dengar kuping. Ini malah musik yang enggak jelas juntrungannya. Metal yang enggak mutu. Ups, jangan salah sangka lagi. Aku bukan anti metal. Aku doyan metal. Tapi metal yang enggak dimaenin sama Toni dan teman-temannya. He… he…

Pintu kamar Toni tertutup rapat. Juga gorden jendelanya. Tumben. Pikirku. Jarang-jarang gorden kamarnya ditutup. Paling juga kalau sudah malem kalau dia tidur. Dari kamarnya terdengar hingar bingar musik metal dari tape. Si Toni berarti ada di kamar, pikirku. Kugenggam gerendel pintu, kuputar. Tak terkunci. Kubuka pintu dan langsung melongokkan wajahku ke kamarnya. Aku sudah bersiap-siap untuk ngomel ke dia.

“Toni! sudah berapa kali gue bilang, jangan ambil barang-barang gue seenaknya… Hahhh?!!!,” kata-kataku terhenti segera.

Mulutku menganga, tenggorokanku rasanya tercekat. Mataku melotot melihat peristiwa yang terjadi dalam kamar Toni.
Adikku itu sedang bermain cinta di kamarnya. Tubuhnya telentang di atas ranjang. Pakaian sekolahnya belum terlepas seluruhnya. Hanya resleting celananya saja yang terbuka lebar. Kontolnya yang nongol dari celah resleting itu, ngaceng total sedang dikulum oleh seseorang yang sedang menungging dalam posisi berlawanan arah dengan Toni di atas tubuhnya.

Aku sih sudah tahu kalau kelakuan adikku yang masih ABG ini sama bejatnya seperti aku. Aku sudah sangat tahu kalau dia doyan ngesex dengan orang lain. Harusnya aku tak perlu kaget melihatnya sedang in action seperti ini. Tapi gimana aku enggak kaget kali ini, yang kulihat saat ini sangat tidak biasa. Toni maen kulum-kuluman kontol bukan dengan cewek. Tapi dengan cowok men. Dan cowok yang sedang mengulum kontolnya itu adalah si Willy! Shit!

Si Tonipun edan. Masak mulutnya juga ngulum kontol si Willy? Ngawur! Yang benar aja, kontol gede si Willy itu dikuluminya dengan penuh nafsu seperti ngulum permen lolipop saja. Toni kulihat salah tingkah setelah menyadari kehadiranku. Buru-buru dilepaskannya kontol si Willy dari mulutnya. Ia segera bangkit dan membereskan celananya. Sementara si Willy kulihat tenang-tenang saja.

“Ngapain Tom? Masuk kamar gue kok enggak ngetuk pintu dulu,” kata Toni terlihat kurang suka padaku.
“Memang elo pernah ngetuk pintu kalau masuk kamar gua?” sahutku. Kupandangi keduanya dengan tatapan tajam. Willy kulihat tersenyum padaku.
“Hai Tom,” katanya melambaikan tangan seperti tak ada apa-apa.
“Ngapain elo berdua?” kataku dingin.
“Enggak ngapa-ngapain. Mau ngapain elo?” sahut Toni masih salah tingkah.
“Enggak ngapa-ngapain?! Jelas-jelas mata gua ngelihat elo berdua sedang emut-emutan kontol kok elo bisa ngomong enggak ngapa-ngapain. Elo homo?!” kataku.
“Siapa yang homo? Enak aja!” kata Toni protes.
“Kalau bukan homo, apa namanya cowok sama cowok emut-emutan kontol begitu? Nah elo, kok elo bisa…,” kataku pada Willy.

Kalimatku tak kusambung. Aku menatap bingung padanya.

“Sante aja men. Ini hal yang biasa kok,” sahut Willy tanpa beban.
“Biasa???!” tanyaku bingung. Dahiku mengernyit.
“Iya. Gue sama Toni kebetulan lagi sama-sama horny. enggak ada pelampiasan, ya sudah, kenapa kita enggak maen berdua aja. Toh tujuannya cuman untuk melampiaskan birahi doang. Maen sama cewek juga emut-emutan kan. Gua punya mulut, Toni punya mulut, kan bisa dipake untuk ngemut. Hasilnya tetap sama kok,” sahut Willy tenang.

Gigolo ganteng itu benar-benar tenang luar biasa. Sepertinya apa yang dilakukannya bersama Toni itu bukan hal yang aneh. Aku jadi terkesima mendengar jawabannya. Toni kulihat mengangguk-angguk mendengar kata-kata Willy. Duduk dengan seragam SMUnya diatas ranjang, adik bungsuku itu tak berkata apa-apa.

“Gua enggak ngerti deh. Gua yang gila atau elo berdua yang gila,” kataku.
“Enggak ada yang gila Tom. Apa gue pernah ngatain elo gila karena elo suka mandangin kontol gua? enggak pernah kan?”
“Maksud elo?”
“Jangan pura-pura bego. Gue tahu kok elo suka curi-curi pandang lihat tonjolan di selangkangan gue. Apalagi kalau pas gue telanjang bulat. Mata elo kan sampai melotot ngelihat adik gue ini kan,” kata Willy.

Ia menggoyang-goyangkan kontolnya yang sudah lemas. Memamerkannya padaku. Aku tak tahu mau bilang apa lagi. Tak kusangka Willy mengetahui kalau aku selalu memperhatikan perkakasnya selama ini.

“Sudahlah. Sekarang elo mau berdiri terus disitu sambil ngelihatin kita sekaligus melototin kontol gue, atau mau ikutan bareng kita menikmati anugerah yang kita miliki. Tom kita harus bersyukur lo, kita bertiga kan dianugerahi kontol yang punya ukuran diatas rata-rata. enggak banyak lo orang yang dianugerahi hal beginian,” kata Willy.

Benar yang dikatakan Willy. Kami bertiga memang punya ukuran kontol yang diatas rata-rata. Adikku si Tony kulihat juga punya kontol yang gede. Ukurannya enggak jauh-jauh dengan ukuranku.

Akal sehatku sirna. Aku yang memang sudah cukup lama tergoda dengan kontol si Willy akhirnya pasrah saja saat Willy dan Toni membimbingku ke arah ranjang. Kubiarkan saja mereka mempreteli seluruh pakaianku. Kami bertiga telanjang bulat di dalam kamar Toni.

Willy memberikan penghormatan khusus padaku. Rasa penasaranku pada kontolnya yang gede itu dipuaskan olehnya. Willy mengangkangi leherku saat aku berbaring telentang di atas ranjang. Kontolnya yang besar ditampar-tamparkannya ke pipiku. Birahiku menggelegak. Pertama kali seumur hidupku aku diperlakukan seperti ini. Saking menggelegaknya birahiku akhirnya apa yang tak pernah terpikirkan selama ini dibenakku kulakukan. Kukulum kontol Willy sepuas-puasnya. Aku menggila. Seperti anjing ketemu tulang, kulahap kontol Willy. Aku tak ubahnya Mamaku dan Mimi yang tergila-gila pada kontol gigolo ganteng ini.

Rupanya Tonipun sama tergila-gilanya seperti aku. Ia berebutan denganku mengerjai kontol besar si Willy. Seringkali kudorong wajah ganteng adikku yang masih abg itu menjauhi kontol Willy, karena aku sudah tak sabar ingin memasukkan batang gede itu dalam mulutku. kalau sudah gitu, Toni cuman bisa bersungut-sungut padaku. Aku cuek aja. Sementara Willy tertawa melihat kami berebutan kontolnya seperti itu.

“Kalian sekeluarga sama binalnya deh,” komentarnya.

Ia pasti teringat pada Mama dan Mimi saat mengoral kontolnya. Pasti sama maniaknya seperti aku dan Toni.

Aku jadi terlupa, bahwa aku laki-laki straight. Aku jadi menikmati permainan laki-laki seperti ini. Willy rupanya tak mau melewatkan kontolku dan Toni. Dia segera membalik tubuhnya berlawanan arah denganku. Aku dan Toni sama-sama berbaring telentang bersisian. Mulut kami bergantian mengulum kontol Willy. Sementara Willy yang menungging diatas kami menggilir kontolku dan Toni. Mulutnya ganti berganti mengulum kontolku dan kontol adikku itu. Saat mulutnya di kontolku, tangannya mengocok kontol Toni. Begitu juga sebaliknya.

Sore itu aku tak jadi latihan tenis. Kebetulan Mama belum pulang dari kantor, dan Mimi tak ada di rumah, kami puas-puaskan bermain sex bertiga. Segala apa yang memungkinkan, kami lakukan bertiga. Termasuk juga saling menyodomi satu sama lain. Baby oil yang biasanya digunakan Toni untuk coli, kami gunakan sebagai pelumas agar kontol tak terlalu sulit memasuki lobang pantat. Meski dianal adalah kali pertama buatku, tapi aku ternyata bisa menikmatinya. Diantara rasa sakit dimasuki kontol dalam lobang pantat, aku merasakan juga nikmat yang luar biasa.

Saat sore menjelang, kami segera cabut menuju kost Willy. Kami tak mau terganggu dengan kepulangan Mama dari tempat kerjanya. Pada Mama, Willy menelpon bahwa dia tak menginap di rumah kami malam itu. Ada kerjaan, alasannya pada Mama. Sementara aku dan Toni tak perlu menelpon Mama. Sudah biasa kami tak tidur di rumah. Jadi Mama tak akan merasa aneh. Malam itu kami puas-puaskan bermain cinta bertiga. Tak peduli, bahwa aku dan Toni adalah saudara kandung, kami juga saling menyodomi.

Setelah beberapa kali bersetubuh, akhirnya kami bisa memahami posisi masing-masing. Meskipun kami sama-sama fleksibel saat bercinta, namun Toni lebih suka pada posisi dianal, baik olehku maupun Willy. Sedangkan aku dan Willy suka keduanya, baik dianal dan menganal. Hanya saja aku lebih menikmati dianal oleh Willy daripada oleh Toni. Kontol Willy yang sangat besar sungguh membuatku keenakan. Aku sampai menggelepar-gelepar saat dianalnya.

kalau menganal, aku lebih suka melakukannya pada Toni. Aku sangat suka melihat ekspresi adikku yang sepertinya kesakitan namun terus memaksaku untuk mengentotnya dengan buas. Sedangkan kalau menganal Willy, aku tak menemukan ekspresi itu. Willy sudah sangat profesional dalam hal ini. Ternyata dia adalah gigolo bagi wanita dan laki-laki sekaligus. Saat dientot, ekspresinya hanya penuh kenikmatan saja. Lagipula, lobang pantat Willy tak sesempit lobang pantat si Toni. Lobang pantat Willy sudah mengendor. Dia sudah sering dientot oleh laki-laki lain.

Kami bercinta tiada henti. Willy memberikan kami minuman rahasia miliknya. Minuman yang membuat tenaga kami tak kunjung sirna. Pantas saja tenaga gigolo ini bak kuda liar. Ia punya ramuan rahasia rupanya. Saat kutanyakan pada Willy, apa cairan itu dan darimana ia memperolehnya, gigolo itu tak mau mengatakannya padaku.

“Ini rahasia perusahaan,” jawabnya. Aku dan Toni tertawa mendengar jawabannya.

Hari kamis esoknya, harusnya Toni sekolah. Tapi adik bungsuku itu bolos. Aku juga bolos kuliah, pun Willy. Kami seperti mesin sex. Toni tak bosan-bosannya memintaku dan Willy bergantian menghajar lobang pantatnya. Dia benar-benar ketagihan.

“Pantes aja cewek-cewek suka dientot. Enak banget men,” komentarnya.

Pantat Toni yang putih dan montok penuh semangat bergerak saat Willy atau aku menyodominya. kalau kupikir-pikir, goyang ngebor Inul, kalah jauh deh dibandingin ngebornya si Toni. Membuatku dan Willy tak kuasa untuk menahan orgasme. Sperma kami tumpah memenuhi lobang pantat adikku itu. Kamar kos Willy semerbak dengan bau sperma dan keringat kami. Bau ini malah semakin membuat kami bernafsu untuk mengentot lagi dan lagi.

Setelah sore, akhirnya kami kembali ke rumah. Dan sejak itu kami menjadi rutin ngesex bertiga. Mencuri-curi kesempatan tanpa sepengetahuan Mama dan Mimi. Apa yang kami lakukan adalah rahasia kami bertiga. Tak perlu orang lain tahu. Termasuk juga cewek-cewek kami. Apalagi Mama dan si Mimi.




»» Baca selengkapnya.....

Pengalaman Dengan Simpanan Mama

Mamaku itu memang hebat. Di usianya yang sudah kepala lima dia masih tetap cantik dan sexy. Di pekerjaanpun ia tetap paten. Karirnya melesat terus. Jabatannya kini sudah wakil direktur di perusahaan tempatnya bekerja. Karena hidup dengan Mama sejahtera, maka aku memilih untuk tinggal bersamanya sejak ia bercerai dengan Papaku setahun yang lalu.

Papaku yang cuma bekerja sebagai pegawai rendahan, mana bisa memenuhi kebutuhanku yang doyan hura-hura. Jangankan membelikanku mobil, sepeda motor aja Papa enggak bisa. Dua orang adikku juga memilih tinggal bersama Mama. Sama sepertiku, mereka juga doyan hura-hura. Ngabisin duit Mama yang aku enggak tahu gimana caranya, selalu saja ada. Apa yang kami minta selalu bisa dipenuhinya.

Namaku Tomi. Semester enam fakultas ekonomi di sebuah perguruan tinggi swasta yang beken di Jakarta. Adikku Mimi. Juga kuliah di fakultas ekonomi satu kampus denganku. Tapi dia masih duduk di semester dua. Adikku yang paling kecil, Toni. Dia masih kelas tiga SMU.

Dari kecil selalu hidup bergelimang harta, dari penghasilan Mamaku, membuat kehidupan glamour sangat melekat pada diri kami. Masing-masing kami dibelikan Mama mobil sebagai alat transportasi. Uang jajan tak pernah kurang. Karena itu aku dan adik-adikku tak pernah protes dengan apapun yang dikerjakan oleh Mamaku. Aku dan adik-adikku selalu kompak membela Mama. Termasuk saat bercerai dengan Papa. Padahal sebab perceraian kedua orangtuaku itu adalah jelas-jelas karena kesalahan Mama. Papa menangkap basah Mama sedang pesta sex dengan tiga orang gigolo muda di hotel!

Meski begitu, aku dan adik-adikku tetap aja kompak membela Mama. Soalnya belain Papa juga enggak ada untungnya. Lagian kelakuanku dan adik-adikku juga enggak beda-beda amat sama Mama. Aku dan Toni pernah bawa perek ke rumah. Si Mimi tahu tentang hal itu dan dia sih santai-santai aja. Soalnya dia juga sering bawa cowok ganteng ke kamarnya.

Setelah bercerai, rumah kami yang megah jadi seperti rumah bordil aja deh. Mama, aku, Mimi, dan Toni, rutin bawa partner sex kemari. Karena kami sama gilanya, jadi asyik. Kalau waktu ada Papa enggak asyik. Papa suka rese. Meski tak bisa memarahi kelakukan binal anak-anaknya, tapi Papa suka ngomel atau ngasih nasehat. Huh, menyebalkan aja Papaku itu.

Dari banyak cowok, si Willy yang paling sering dibawa Mama ke rumah. Dia tuh, kayak suami baru Mama aja jadinya. Hampir tiap hari dia ada di rumah. Paling kalau Mama lagi bosen dan ingin cari variasi pasangan lain, barulah dia ngibrit dari rumahku, balik ke kostnya.

Karena seringnya si Willy di rumah, aku dan adik-adikku jadi akrab dengan dia. Apalagi usianya enggak jauh dariku. Dia juga masih kuliah. Umurnya hanya lebih tua dua tahun dariku. Obrolan kami nyambung. Tentang apa saja. Otomotif, sport, musik, dan pasti ngesex. Hehe. Bisa dibilang, si Willy ini piaraan Mama. Segala biaya hidupnya, Mamaku yang nanggung.

Si Mimi paling senang dengan keberadaan Willy di rumah. Piaraan Mama itu dimanfaatinnya juga buat muasin nafsunya yang binal.

“Habisnya si Willy itu ganteng banget sih. Macho. Mana bodinya oke banget lagi. Belum lagi kontolnya. Gede banget Tom. Ngesexnya gila-gilaan. Pantes aja Mama paling demen ama dia dibandingin ama gigolonya yang lain,” kata Mimi padaku suatu hari. Dasar nakal. Dasar maniak tuh si Mimi.

Mendengar cerita si Mimi tentang kontolnya si Willy membuatku penasaran juga. Eits. Jangan salah sangka dulu men. Aku bukan gay. Jelas-jelas aku cowok straight. Cuman, dengar ukuran kontol orang sampai 28 sentimeter kan jelas bikin penasaran. Jangankan aku, cowok lain pasti juga penasaran. Gila aja kontol bisa segede itu!

Selama ini kupikir kontolku sudah paling gede. Panjangnya sekitar delapan belas senti. Susah-susah lho, cari kontol sepanjang punyaku ini di Indonesia. Ternyata punya si Willy malah lebih gila. sampai 28 senti men, selisih sepuluh senti dari punyaku. Ambil penggarisan deh, liat dari titik 0 senti sampai 28 senti, panjang banget kan ukuran segitu.

Meski penasaran, enggak mungkin kan aku permisi ke dia buat liat kontolnya. Gila aja. enggak usah ya. Pernah kepikiran buatku untuk ngintip dia saat ngentot dengan Mamaku atau si Mimi. Tapi males ah. Ngapain juga ngeliat saudara kandung sendiri ngentot. enggak ada seru-serunya. Entar aku jadi incest lagi. Bikin berabe aja.

Namun, yang namanya rezeki memang enggak kemana. Waktu itu malem hari. Hampir dini hari malah. Aku baru pulang. Biasalah, ngabis-ngabisin duit Mama. Semua orang sudah tidur kayaknya. Kerongkonganku rasanya kering banget. Haus. Aku langsung ke dapur, ingin ngambil minuman dari lemari es.

Pas aku nyampe di dapur aku terkesima. Kulihat Mama sedang berbaring telentang di atas meja makan kami. Pakaian atasannya terbuka memamerkan buah dadanya yang masih kencang dan besar. Sementara bagian bawah tubuhnya tak menggenakan penutup apa-apa. Sekitar memeknya yang penuh jembut lebat kulihat belepotan cairan putih kental sampai ke perutnya. Banyak banget. Mama tak sadar dengan kehadiranku, karena saat itu ia sedang memejamkan matanya sambil mendesah-desah.

“Ngg.. Enak banget Will,” katanya dengan suara mendesis. Rupanya dia baru aja dientot sama si Willy di atas meja makan itu.

Aku segera mengalihkan tatapanku dari tubuh Mamaku yang mengangkang itu. Entah kenapa, kok aku rasakan aku kayaknya terangsang. Bisa berabe nih. Pandanganku kualihkan ke lemari es. Saat menatap ke arah sana aku kembali kaget. Disana berdiri si Willy. Dia tak menggenakan pakaian apapun menutupi tubuhnya. Badannya yang tinggi dan kekar berotot itu polos. Dia sedang menenggak coca cola dari botol.

Mataku langsung menatap ke arah kontolnya. Gila men. Si Mimi enggak bohong. Di selangkangannya kulihat sebatang kontol dengan ukuran luar biasa. Sedang mengacung tegak ke atas mengkilap karena belepotan spermanya sendiri kayaknya. Batangnya gemuk, segemuk botol coca cola yang sedang dipegangnya. Panjang banget. Kepala kontolnya yang kemerahan seperti jamur melewati pusarnya. Batang gemuk itu penuh urat-urat. Aku sampai melotot melihatnya. Kupandangi kontol itu dengan teliti. Ck.. Ck.. Ck.. Sadis.

“Baru pulang Tom?” kata Willy menegurku.

Ia sudah menyadari kehadiranku rupanya. Aku segera menolehkan pandanganku dari kontolnya. Gawat kalau ia tahu aku sedang serius mengamati detil kontolnya itu.

“He eh. Iya,” sahutku sambil mengangguk.

Untung saja lampu di dapur itu bernyala redup. kalau terang benderang, pasti Willy bisa mengetahui kalau wajahku sedang bersemu merah saat itu. Malu.

Mamaku yang sedang berbaring lemas diatas meja makan tiba-tiba melompat bangun. Ia sibuk mencari-cari roknya untuk menutupi bagian bawah tubuhnya yang terbuka.

“Eh, Tomi. sudah lama kau datang?” kata Mama dengan ekspresi malu.
“Baru aja ma,” sahutku.

Aku beraksi seperti tidak terjadi apa-apa disitu. Segera kuambil minuman dingin dari lemari es. Tubuh Willy yang berkeringat tepat disampingku. Saat mataku melirik ke arah dalam lemari es, mencari minuman, kusempatkan untuk melirik sekali lagi ke arah batang kontol Willy. Kali ini aku bisa melihatnya lebih jelas. Karena ada bantuan penerangan dari lampu lemari es. Gila! Bagus banget bentuk kontolnya, pikirku.

Setelah mendpatkan minuman dingin, aku segera meninggalkan dapur. Tinggallah Mamaku dan Willy disana. Aku tak tahu apakah mereka masih melanjutkan lagi permainan cabul mereka atau tidak. Yang pasti sepanjang jalan menuju kamarku, pikiranku dipenuhi dengan kontol si Willy yang luar biasa itu.

“Gila! Gila!” rutukku dalam hati.

Kok aku bisa mikirin kontol punya cowok lain sih? Ada apa denganku ini? Rasanya malam itu aku susah untuk tidur. Setelah membalik-balikkan badan beratus kali di atas ranjangku yang empuk, barulah aku bisa tertidur. Itupun setelah jarum jam menunjukkan pukul empat pagi. Sebentar lagi pagi menjelang.

Berjumpa dengan Willy keesokan harinya aku jadi rada-rada grogi. Entah kenapa. Mataku jadi suka mencuri pandang ke arah selangkangannya. Aku jadi menyadari, kalau ternyata saat selangkangannya ditutupi celana seperti itu, ukuran tonjolan diselangkangan itu, memang beda dengan punyaku. Jauh lebih menonjol kayaknya. Gila! Gila! Rutukku lagi dalam hati. Kok aku jadi mikirin itu aja sih?!

Si Willy sih enggak ada perubahan. Ia tetap cuek aja seperti biasanya. Ia tak merasa ada yang aneh dengan kejadian semalam. Sepertinya ia tak perduli kalao aku memergokinya telanjang bulat bersama Mamaku. Kayaknya, buatnya itu hal yang lumrah saja. Dasar gigolo profesional dia.

Sebulan berlalu. Dan selama rentang waktu itu, aku jadi pengamat selangkangan Willy jadinya. Entah kenapa, aku selalu berharap akan punya kesempatan lagi untuk ngelihat perkakas gigolo itu. Tapi tak juga pernah kesampaian. Sampai suatu hari.
Aku ingin berenang pagi-pagi di kolam renang yang ada di halaman belakang rumahku. Ketika aku sampai di kolam renang mataku langsung menangkap sebuah tontonan cabul. Si Mimi sedang ngentot dengan Willy. Dasar nekat si Mimi. Padahal Mama kan masih ada di kamarnya pagi-pagi begini.

Adikku yang cantik dan sexy itu sedang nungging di tepi kolam renang. Dibelakangnya Willy asyik menggenjot kontolnya dalam lobang vagina adikku itu. Genjotannya liar dan keras. Menghentak-hentak. Tubuh si Mimi sampai terdorong-dorong ke depan karena hentakan itu. Kelihatannya si Mimi keenakan banget. Bibir bawahnya digigit-gigitnya dengan giginya. Ia menggelinjang-gelinjang sambil merem melek menikmati hajaran kontol Willy yang luar biasa itu di memeknya.

Aku terangsang hebat. Celana renang segitiga yang kukenakan, tak lagi bisa menampung kontolku yang membengkak. Aku tak tahu. Aku terangsang karena apa? Apakah karena melihat persetubuhan mereka, atau karena serius mengamati kontol besar Willy yang keluar masuk vagina si Mimi itu. Entahlah.

Tanganku langsung mengocok batang kontolku yang sudah kukeluarkan dari celana renangku. Kukocok sekuat tenaga. Cepat. Aku ingin segera menumpahkan spermaku.

“Eh, Tom. Ngapain luh?” tiba-tiba kudengar suara Mimi menegurku.

Mataku yang sedang merem melek langsung menatapnya. Kulihat ia menolehkan wajahnya yang cantik memandangku yang sedang berdiri mengangang sambil ngocok. Willy tersenyum memandangku. Mereka tak menghentikan permainan mereka.

“memang lo enggak bisa liat, gue lagi ngapain,” jawabku cuek. Willy tertawa kecil mendengar jawabanku.
“Gila lo,” kata Mimi. Setelah itu ia kembali asyik menikmati genjotan Willy.

Akhirnya akupun orgasme sambil memandangi Mimi dan Willy yang terus bercinta. Tak lama setelah itu si Willy yang orgasme di mulut Mimi. Sebelum spermanya sempat mencelat dari lobang kencingnya, Willy menyempatkan menyabut kontolnya yang gemuk dan panjang itu dari vagina Mimi. Lalu disuruhnya Mimi membuka mulutnya lebar-lebar menyambut tumpahan sperma Willy yang deras. Aku benar-benar terbius birahi melihat detik-detik Willy menumpahkan spermanya di mulut adikku itu. Entah kenapa nafsuku terasa menggelegak melihat kontol itu menyemburkan spermanya yang deras berulang-ulang. Kupelototi setiap detik orgasme Willy itu tanpa berkedip sama sekali. Aku tak ingin kehilangan momen yang indah itu sedetikpun.

“Gila lo. Adik sendiri ngentot ditonton,” kata Mimi padaku.

Saat itu kami bertiga berbaring di tepi kolam renang kelelahan. Kalau orang melihat kami saat itu, mereka tidak mengetahui kalau kami baru saja orgasme tadi. Yang melihat pasti hanya mengira kami sedang berjemur menikmati cahaya matahari di tepi kolam renang.

“Habisnya elo berdua sama gilanya sih. Masak pagi-pagi ngentot disini. Ketahuan Mama gimana?” sahutku.
“Cuek. Mama enggak bakalan bangun. Sebelum ngentotin gua, Mama habis dihajar sama si Willy. Jadi Mama pasti sedang ngorok kecapaian,” jawab Mimi yakin.
“Benar Wil?” tanyaku.
“Yap,” sahut Willy singkat.

Dasar si Willy. Habis ngentot dengan Mama, masih sanggup ngentoti si Mimi sebinal tadi. Benar-benar profesional nih cowok, pikirku. Itu pengalaman keduaku melihat kontol si Willy.





»» Baca selengkapnya.....

Fantasi Liar Di Sungai

Jam 1.30 kira2 kita mulai makan siang dan di tengah acara baru tampak Wian dan dua temannya keluar dari kamar, rupanya baru bangun. Mereka langsung cuci muka dan ikut makan bareng kita. Jam 3 aku ajak Rani ke sungai untuk ngobrol dan kita duduk di batu besar dekat pohon pisang. Kita ngobrol ngelanjutin omongan tadi soal gaya pacaran Rani dengan cowocnya.
“Ran… boleh ngga’ aku nyobain cara kamu kalo mainin cowoc loe?” tanyaku.
“Tadi khan udah” jawab Rani.
“Itu Ran yang pake dijepit segala” kataku lagi.
Tanpa menjawab tangan Rani mulai bergerilya ke permukaan celana pendekku. Dielusnya perlahan dari kepala, batang sampe ke bijinya dan sesekali menyusup di antara kedua pahaku. Setelah beberapa lama meriamku mulai menegang dan Rani mulai meremas-remas gemas… dia mulai menyusupkan jemarinya lewat lobang bawah, di sela paha kananku, dan siapun mulai berjongkok hingga pantatnya terendam air, terus karena mungkin dia merasa repot maka celana pendekku berikut CDku ditariknya sekaligus. Dia mulai lagi mengurut meriamku… ach… nikmatnya, mana yang ngocokin cewec kece banget lagi… dan aku mulai berpikir, ini anak terlalu sempurna untuk sebuah kenyataan, aku harus berhasil memilikinya dan sekaligus membawanya ke tempat tidur (jelasnya ya dientot).
Sementara pikiranku melayang jauh… rasa di selangkanganku mulai mengayun seirama tingginya nafsuku dan Rani mulai menjulurkan lidahnya perlahan dia jilat bijiku dan lidahnya menari berputar di sekitar bijiku, aku pandang wajahnya… aduh cantik banget ini cewec… aku ngga’ habis2nya memuji dalam hati, dan di antara desahku aku makinmembulatkan tekadku untuk memilikinya, tapi gimana caranya? Aku elus rambutnya yang rada2 coklat (bukan pirang), dia mendongak dan tersenyum manis sekali, kini aku merasakan kocokannya makin cepat dan makin cepat seirama dengan nafsuku yang kian menggelora…
“Aduh Ran… enak sekali… ngga’ kuat rasanya nahan lama2″ kataku di antara eranganku.
“Kalo mo keluar bilang ya” pesannya.
Seiring dengan kocokannya yang makin cepat, jilatannyapun kini telah merambah sampai setengah batang meriamku dan sesekali diselingi dengan gigitan kecil… tak lama kemudian…
“Ran… aku mo keluar” teriakku tertahan, takut di dengar orang lain.
Dengan sigap Rani mencaplok kepala meriamku dan menyemburlah laharku menyirami rongga mulutnya yang mungil. Aku mengejang di atas batu besar dekat pohon pisang… dan Rani menghisap habis sisa laharku dan diakhiri dengan jilatan pada lobang penisku…
“Nikmat sekali Bang…” komentarnya setelah melahap habis spermaku yang kutumpahkan.
“Ran… kita berenang yuk” ajakku setelah kami istirahat sejenak.
Rani mulai melolosi pakaiannya dan berendam, akupun tidak mau ketinggalan dan kami sama2 berenang telanjang bulat menuju ke arah sungai yang lebih dalam, lama juga kami berenang berduaan di situ, lokasinya sekitar 20 meter dari tempat kami meletakkan pakaian, tapi posisi sungai yang menikung menyebabkan kami tidak dapat melihat pohon pisang di mana aku dan Rani meletakkan pakaian kami.
Tiba-tiba kami dikagetkan dengan munculnya Resti dari dalam air yang disusul oleh Wian… ternyata mereka menyelam dari arah batu sampe ke tempatku berenang… dan aku lihat Vina hanya dengan bikini ditutup kain Bali sebatas pinggang menyusur jalan di tepian sungai dan di belakangnya aku lihat Ratna.
“Ayo kita renang rame2″ ajakku.
Dan merekapun ikut menanggalkan pakaiannya… jadilah kita berenam berenang bugil total… pemandangan ini kalo dilihat dari atas bener2 kaya di taman Firdaus kali ya? Mana pemandangan indah, cewec dan cowoc pada bugil… pokoknya asyik punya dech saat itu. Aku menyelam mendekati dasar sungai dan melewati kaki2 mulus… dari situ aku bisa melihat body mulus milik Vina, Resti, Rani dan Ratna juga… melihat pinggul Rani aku jadi terangsang… pinggulnya cukup gede dan putih bersih… mana bulunya masih sangat jarang lagi… karena nafasku mulai habis, aku menyembul ke permukaan pas di depan Rani… saat menyembul mukaku hampir saja menyentuh dadanya yang super besar itu… Rani sedikit kaget karena aku terlalu dekat. Aku pegang pundak Rani dan mendorongnya rebah di air… Rani mulai tenggelam dengan posisi tengadah dan aku berusaha renang di atas tubuhnya, otomastis meriamku menyapu mulai paha sampai ke dada Rani… dengan sigap Rani merusaha meraih meriamku yang melintas di depan wajahnya… membuatku oleng… dan aku berenang menukik ke bawah, sesaat kemudian kami sama2 keluar kepermukaan dan posisi kami saling berhadapan, Rani masih menggenggam meriamku dengan sedikit meremasnya… tiba2 Vina berenang ke arah kami dan menerobos di antara aku dan Rani… setelah itu dia keluar kepermukaan untuk mengambil nafas lalu kembali menyelam… kali ini hanya berjongkok di depanku dan aku merasakan ada yang menggenggam meriamku kembali, belum aku sempat menoleh ke bawah, aku telah merasakan meriamku tersedot-sedot… ternyata Vina sedang menghisap meriamku dari dalam air… aduh… enak sekali rasanya… tak lama Vina muncul lagi kepermukaan dan bilang “Enak Joss?”, belum sempat aku menjawab, dia telah masuk ke air lagi dan mulai menghisap lagi… sebentar kemudian dia keluar lagi… “Ran… pinjem Jossy bentar ya” katanya permisi pada Rani. Tanpa menanti jawaban dari yang ditanya, tau2 dia telah berdiri di depanku dengan menggenggam meriamku dan dijepitkannya di antara kedua pahanya. Ternyata tidak cuman itu… dia berusaha memasukkan meriamku ke dalam liang vaginanya… dan setelah beberapa kali berusaha, akhirnya masuk juga meriamku dalam liang Vina… dan kami saling berciuman aku mulai menggoyang perlahan maju mundur.
Setelah beberapa saat Vina mengajakku untuk pindah ke tepi sungai, dekat batu yang cukup besar, di mana air hanya sampai di lutut, di situ Vina menunggingkan pantatnya dan minta aku tusuk dari belakang, dengan kaki kananku bertumpu di atas batu dan kaki kiriku terendam air, aku mulai mengarahkan meriamku ke liang kehangatan Vina yang tampang menganga merah jambu… sebelum mulai masuk, aku bilas dulu meriamku dengan air sungai yang cukup dingin…
Aku pegang pinggul Vina dan mengayun pinggulku dengan irama yang teratur… sesekali aku pindahkan tanganku untuk meremas dadanya… beberapa lama kemudian aku dengar nafas Vina mulai memburu dan makin menderu seirama dengan makin kerasnya tempo ayunanku… kemudian Vina mulai mengerang dan aku rasakan ada dua nafas yang memburu bersahutan, satu Vina tapi satunya lagi bukan aku, aku menoleh ke asal suara yang ada di belakangku, rupanya aku lihat Rani sedang menggosok-gosokkan jarinya di antara selangkangannya… dengan sedikit membungkuk dan wajah yang merintih, aku jadi makin bersemangat dan membayangkan Vina yang sedang kukerjai ini adalah Rani… beberapa detik kemudian bobollah pertahananku menyusul Vina….
Rani rupanya belum juga selesai dengan menggosok-gosoknya… dia pindah duduk dekat batu besar di mana aku baru bermain dengan Vina. “Bang… tolong donk” pintanya memelas.
Akupun sadar, tapi bagaimana aku baru keluar dan Rani masih perawan, jadi dengan membungkuk (berjongkok) aku mencium dan menjilati vagina Rani, tubuhku terendam sepinggang karena posisiku yang berjongkok dipinggiran sungai.Rani rebahan di batu besar, sedang Vina rebahan di sebelah Rani. Aku julurkan lidahku menyapu permukaan bibir vertikal Rani… aku mainkan dengan cepat pas di permukaan kacangnya… Rani mengerang hebat, makin ganas aku mainkan lidahku dengan menyelingi sedotan pada kacang Rani itu… rasa asin2 asyik.
Ranipun mengejang pada akhirnya. Aku duduk di dasar sungai sampai sebatas dada dan bersandar pada batu besar itu. Kepalaku aku sandarkan di batu di antara betis Rani yang terjuntai ke bawah, lalu Vinapun menyusul duduk di sisiku dengan merebahkan kepalanya di pundakku. Aku coba untuk memejamkan mata dan meresapi arti nikmat yang baru kudapat. Sambil menikmati sisa2 kenikmatan serta lelah, aku dengan mata masih terpejam, mulai memikirkan apa yang sebaiknya aku lakukan untuk nanti malam.
Jam 7.20 malam itu setelah selesai makan dalam kegelapan, karena kalo pas hari Nyepi di Bali khan tidak boleh nyalakan lampu, api dan segala sejenisnya. Emang sich kita makannya dari jam 6 lebih dan selesainya sekitar jam 7an jadi masih ada sinar dikit, karena sunset di Bali sekitar jam 6.30 – 6.45 WITA. Malam itu sepertinya juga gerhana bulan jadi ngga’ ada bulan nampak… gelap banget jadinya apa lagi di Ubud… di mana kalian tau sendiri seperti apa lokasinya… pokoknya gelap banget dech. Kita semua duduk2 di teras belakang menghadap ke sungai di bawah sana yang saat itu sudah tidak tampak lagi karena gelapnya. Iseng2 aku ajak mereka jalan2 menyusuri sungai sambil patroli, dari pada iseng di rumah nganggur.
“Boleh aja, tapi gua ganti celana panjang dan pake mantel dulu ya” sahut Vina.
“Iya… gua juga mo ganti pakean dulu” susul Resti.
Kita siap ke sungai sekitar jam 7.45an… kali ini kita ke arah kiri dari belakang rumah, kalo tadi siang kita ke arah kanan rumah. Kita berjalan beriringan, selain jalannya sempit kita jalannya nerobos kebun orang. Jauh juga kita berjalan dan terkadang kita berhenti, perjalanan emang tersendat karena saking gelapnya dan kita ngga’ nyalain senter atau obor. Ratna berjalan paling depan karena dia yang paling hafal jalan setapaknya, sedang aku berjalan paling belakang. Sampe dekat tebing yang cukup tinggi kita tidak dapat meneruskan perjalanan dan di sisi kanan kita sungainya cukup dalam… jadi kita berbelok ke kiri… jalannya sedikit nanjak…
“Bli… di depan ini rumahnya orang bule… cowocnya temen kita, dia guide… kita intip yuk” ajak Ratna.
“Ayuk… kamu duluan Gek…”
Pas sampe dekat rumah itu, kami lihat ada sinar dikit di ruang tengah… aku coba dekatin jendela untuk melihat lebih jelas ke dalam. Tampak ruangan kosong saja…
Wian tampak menjentikkan jarinya dan melambaikan tangan… rupanya dia udah dapat yang kita cari… dari celah korden mereka mengintip dalam ruangan yang rada gelap. Di dalam tampak pria dengan badan tegap, berkulit hitam legam dan rambut acak model Bob Marley… warna rada pirang campur belang2, butut banget pokoknya… dan cewecnya hanya kelihatan sedikit… rambutnya cepak… orangnya masih muda kelihatannya… kurus dan kakinya tampak panjang… mereka bertelanjang total… dan si pria menindih tubuh si bule cewec… karena agak susah mengintip aku pindah lokasi ke lobang angin2… dengan manjat kursi rotan aku berhasil mendapat posisi baik. Sementara mereka berlima masih bergerombol dekat jendela samping rumah… lalu aku panggil Rani… dia ikut manjat di kursi lalu aku peluk pinggangnya supaya dia tidak oleng… kita ngintip bareng…
Pria itu tampak bangun dari posisinya dan kini dia mainkan posisi 69… pada saat dia pindah posisi… aku dapat melihat sedikit wajahnya karena dia menghadap ke arahku dan sinar lilin di kamar itu cukup untuk menerangi wajah jeleknya… shit… itu khan Komang… temenku dulu yang di Kuta waktu aku ngegembel jadi cowoc pantai sama dia dan Agung… kok badannya jadi gede gitu… rambutnya dulu emang panjang tapi ngga’ gembel kaya’ Bob Marley gitu… ach… waktu telah merubahnya… demikian pikirku.
Aku diam saja dan perhatian apa yang Komang lakukan dengan pacar bulenya itu… tampak dia memulai permainan dengan jari2nya yang segede pisang… dia kutik2 selangkangan bule itu tapi sayang aku ngga’ dapat melihat detailnya karena posisinya cukup gelap terhalang paha si bule.
“Ran… itu cowocnya gua kenal…” bisikku pada Rani.
Dia tidak menjawab hanya menoleh dan tersenyum… manis sekali… lalu kembali ngintip.
Aku mulai mencium tengkuk Rani dan meraba toketnya yang super besar itu… sejenak aku mulai mendengar nafas rani agak memburu dan aku coba intip permainan di dalam kamar… ternyata Komang telah menyarangkan meriamnya yang besar dan hitam itu ke sasarannya… dia pompa dengan keras… tampak jari2 si bule itu menancap di punggung Komang… kemudian Komang bangkit dengan posisi berdiri dia gendong bule itu dan disandarkannya di dinding… persisi samping jendela tempat temen2 ngintip… perpindahan gaya itu sama sekali tidak melepas meriam Komang dari liang si bule… si bule itu menjepitkan kakinya yang jenjang ke pinggang Komang sedang dua tangan Komang masuk ke sela-sela ketiak dan menahan di pundak si bule…
Posisiku yang ngintip dari belakang rumah dapat melihat bagaimana Komang dengan rajinnya menghunjam si bule…tapi posisi Wian lebih pas… karena lebih dekat… sepertinya mereka tidak dapat melihat si cewec bule itu dengan jelas karena terhalang korden.
Aku turun dari kursi dan mulai menyingkap rok Rani…. aku elus pahanya… naik ke CDnya… dan aku sibak CDnya… aku angkat sebelah kaki Rani ke sandaran kursi itu dan memasukkan kepalaku di antara kedua paha Rani… aku mulai menjilati kacang Rani… wow rasanya enak dan gurih… bahkan lebih enak dari kacang Rahayu… (kacang khas Bali).
Jilatanku makin cepat dan kini pinggul Rani ikut bergoyang maju mundur…. tak lama kemudian kakinya mulai mengejang kaku… pahanya menjepit kepalaku… dan diapun berjongkok…. di depanku…
“Bang… keluarnya pas sama mereka selesai…” bisiknya.
“Mereka udahan?” tanyaku.
“Entahlah? Tapi aku tadi lihat temen Abang nancepin dalem2 sepertinya dia keluar udahan” sahut Rani tetap berbisik.
Aku berdiri dan mengintip ke dalam… ternyata Komang sedang duduk di pinggir ranjang dan cewec bulenya sedang menghisap bersih sisa sperma komang yang meleleh… aku merasa meriamku mulai diraba oleh Rani dan sejurus kemudian meriamku telah keluar dari sarangnya dan bersarang dalam mulut Rani… sebentar saja meriamku sudah pada posisi siaga penuh.
“Ran… gua ngga’ kuat ni… pengen keluar…”
“Bang… masukkin aja dulu ke anak2 tuh” jawabnya sambil menunjuk ke anak2 yang sedang ngegerombol di jendela.
Lalu aku turun dari kursi itu dan menghampiri Resti… aku elus pinggul dan pantat Resti yang sedang ngintip dengan posisi nungging itu. Aku elus juga pinggulnya, trus merambat ke dadanya…. dia masih diem aja, tetap konsentrasi pada target intipan. Satu dua jenak kemudian mulai ada reaksi nafas memburu… dan dia noleh sebentar lalu asyik balik lagi ngintip… ach cuek aja… lalu aku telusuri bagian depan celananya dan aku cari zippernya dan dapat… aku tarik zipper itu dan juga kaitnya sehingga dengan mudah aku dapat meloloskan celana panjang resti dan kini tinggal CDnya yang masih menghalang. Aku tarik langsung CD itu dan aku berjongkok pas di belakangnya, aku sibak sedikit gumpalan pantatnya… lalu aku jilat2 sekian jenak… daerah kemaluannya, lobang pantatnya… sementara Rani memainkan meriamku dari belakang dia terus meremas kadang diselingi dengan hisapan mautnya… lalu dia berbisik “Bang udah sikat aja”.
Aku bangkit lalu aku arahkan meriam Jagurku pada selangkangan Resti tanpa tunggu lebih lama lagi… aku kuak sedikit liangnya dan mulai aku benamkan meriam kesayanganku… setelah masuk semuanya karena emang udah basah… jadi lebih gampang dan aku mulai mengayun dengan irama lokomotif… beberapa menit aku tetap saja dengan gaya dan alunan goyang yang sama… lalu aku mulai sedikit putar…. seperti mengorek gigi…
“Hek… ach…” desah Resti… Vina menoleh ke arah kami sebentar lalu memalingkan wajahnya lagi dan kembali mengintip…
Kakiku digeser oleh Rani untuk lebih lebar dan dia menjilat bijiku dari bawah… wah nikmat sekali… setiap goyangan mendatangkan nikmat yang berbeda… terkadang Rani pindah menjilat kacang Resti… dengusan dan irama nafas Resti makin memburu dan diapun mengejang… “Sodok daleman donk…” dan akupun menuruti dengan sodokan lebih keras sehingga aku lupa kalo dia itu menghadap kaca jendela.
“BRAA…AK” suara pundak dan kepala Resti nabrak jendela tempat mereka ngintip. “Sssssttt…” semua yang di situ menyuruh aku dan Resti untuk lebih tenang, tapi waktu mereka balik mengintip, ternyata orang yang mereka intip sudah tidak ada di kamar.
Tiba-tiba muncul Komang bersama cewec bulenya dengan berbalut ala kadarnya dari arah belakang rumah. “Mau apa kalian gerombol di sini?” bentaknya, karena dia tidak dapat melihat dengan jelas hanya tampak olehnya gerombolan orang di samping rumah yang gelap… dia juga ngga’ tau kalo aku dan Resti sedang dalam keadaan acak2an. Dia datang menghampiri kami dan semua rombangan kami pada diam ketakutan, mereka nggak nyangka akan tertangkap basah saat ngintip. Begitu dekat pada kami tampak sekali bahwa Komang belum dapat menguasai keadaan, matanya masih sulit melihat wajah kami, malam itu emang gelap sekali. “Mang, ini aku Jossy…” kataku sebelum terjadi masalah lebih gawat, karena aku takut Komang main pukul aja karena dikira maling atau apa.
“Jossy… yang bener, Jossy siapa?” tanya Komang masih bingung.
“Aku baru dateng beberapa hari di sini Mang” kataku lagi.
Rupanya dia mulai ingat dan mengajak kami masuk ke rumahnya… sambil jalan aku rapikan pakaianku, demikian juga dengan yang lain… tadinya udah pada kacau semua… pakaian udah nggak pada bener.
Masuk ke ruang belakang di mana ada sedikit sinar, Komang mulai dapat melihat wajahku dengan lebih jelas. Lalu dia memelukku, kemudian kita saling mengenalkan teman2. Komang sempat nanya juga lagi ngapain aku dan temen2 malem itu, dan akhirnya aku jawab juga kalo kami sedang ngintip mereka main. Dan Komang dengan segera menawarkan main rame2 karena dia juga melihat cewec2 yang aku ajak rata2 oke punya. Pas dia ngelihat Ratna, dia kaget banget, karena dia kenal banget sama Ratna. Saat mata mereka beradu aku dapat melihat wajah Ratna yang merah padam walau dalam kegelapan dengan bantuan sedikit sinar tampak sekali bahwa dia sangat malu.
Kami masuk ke dalam kamar yang sama dengan yang kami intip tadi, lalu dengan selimut kami tutupi semua lobang di mana tadi kami bisa ngintip, takut ada yang ngintip kita dan jadi makin repot.
Ratna dan rani duduk bersandar di dinding, sementara Wian dan Vina di sebelahnya sambil berpelukan, si bule duduk di pinggir ranjang den telah membuka pakaiannya. “Mang… pacuan lagi yuk kaya’ dulu” ajakku.
“Ayo Joss”
Lalu kami sama2 menerangkan pada pasangan masing2 untuk ambil posisi, sebenarnya gayanya adalah doggy style tapi bersebelahan dan permainan ini ada unsur fightnya, cowocnya harus bisa tahan lama dan dapat bikin cewecnya orgasme beberapa kali dan pada posisi cewecnya adalah dengan segala cara mereka harus bisa menumbangkan cowocnya sesegera mungkin, jadi nanti akan keluar pemenang cewec dan pemenang cowoc, lalu pemenang cewec boleh main dengan pemenang cowoc dan yang kalah harus ngaso. Keuntungannya adalah pemenang dapat merasakan pasangan lawannya.
Setelah Resti dan si bule ambil posisi merangkak di atas kasur… aku dan Komang bersiap dari arah belakang. Mula2 aku ukul2kan meriamku ke pantat Resti dan setelah agak bangun dengan bantuan tanganku aku gesek2kan ke bibir vaginanya… pas aku sudah siap, aku nengok ke Komang “Udah siap Mang?” tanyaku.
“Ayo udah siap…”
Secara bersamaan kita memasukkan meriam masing2 ke arena pertempuran dan sama2 mulai menggoyang dengan jurus2 andalan masing2. Aku berpengangan pada pantat Resti dan tiba2 aku merasakan putaran pantatnya yang nikmat sekali, untuk mengimbanginya aku harus memainkan jurus putar… emang lebih sulit main jurus putar pada doggy style… rupanya serangan Resti makin gila… wah kaya’nya Resti pengen menang pertandingan dan pengen nyobain barangnya komang… yang dia intip tadi dan kelihatan gede banget. Sementara aku lihat Komang dengan memegang dada si bule itu dan mengayun dengan irama keras. Si bule juga ngga’ mau kalah dia ikut maju mundurin pinggulnya… tangan Komang yang kiri diletakkan di atas punggul si bule dan tangan kanannya masih meremas dada si bule, dari posisiku aku dapat melihat dadanya lumayan besar dan kencang…. wah… aku mesti menang untuk bisa ngerasain main ama nih bule.
Aku putar lebih keras dan aku coba untuk membungkuk… lalu aku cium pundak Resti perlahan… diapun mendesah lalu aku tekan lebih kuat lagi hingga posisinya kini nyaris tidur tengkurap, hanya saja pantatnya masih nungging sehingga tidak menyulitkan aku untuk menusuknya, kedua tanganku aku susupkan untuk meremas dadanya… acchh…aarrgh… Resti mulai mengerang… pertanda seranganku mengena… aku teruskan dengan jurus yang sama tapi makin kupergencar serangan di dadanya serta ciuman di pundak dan belakang telinganya. Tak lama kemudian Resti tampak mengejang… belum habis erangan Resti tiba2 disusul oleh erangan si bule itu… rupanya 1 sama scoreku dengan Komang. Lalu aku tarik pinggul Resti untuk lebih ngungging dan kepalanya masih tetap rata dengan kasur, berpegangan pinggulnya aku mulai serangan maju mundur dengan keras dan cepat… sesekali aku selingi dengan menancapkan meriam kesayanganku dalam2 dan memutarnya di dalam… orgasme Resti yang kedua telah menyusul. Sementara aku lihat si bule mencontoh gaya Resti tapi tangan kanannya digunakan untuk menggapai dan mempermainkan biji Komang… diselingi oleh erangan manja penuh nikmat dan gayanya seakan benar2 menikmati permainnya yang tiada duanya. Wajahnya menoleh ke Resti dan Komang makin nafsu menyerangnya. Gaya si bule ini emang sangat merangsang pada saat dia mengalalmi orgasme… erangannya panjang sekali… juga Komang seakan tidak ingin menghentikan serangannya dan ingin bikin rekor orgasme terpanjang kali. Score saat ini 2 sama… tapi Komang ingi bikin sensasi atau orgasme beruntun aku nggak jelas… tapi ngelihat gayanya yang masih konstan menyarangkan meriamnya ke liang si bule ini… sambil matanya terpejam… tiba2 diapun ikut mengejang dan ditancapkannya dalam2… didorongnya kuat sampe si bule terjatuh rata dengan kasur.
Saat melihat Komang roboh aku langsung sadar bahwa sebentar lagi aku dapat menikmati cewecnya. Tapi tugasku pada Resti aku selesaikan dulu… dan karena pertandingan sudah usai, maka kami boleh ganti gaya lain selain doggy style, kali ini aku minta Resti untuk tidur miring dengan kaki rada silang aku tidak perlu mencabut meriamku dan gaya ini masih mirip dengan doggy style tapi aku merasakan jepitan Resti makin rapet. Aku serang terus dengan putaran2 maut… aku ingin segera memberikan gol yang indah buat Resti beristirahat. Aku lihjat Resti menggelepar penuh nikmat saat aku sendiri sebetulnya sudah hampir tidak kuat, kalo tidak sedang pertandingan kali udah aku lakukan bongkar muat ini… tapi karena ingin ngerasain barangnya bule… maka aku hentikan serangan yang penting Resti puas dan aku masih belum keluar. Aku tancapkan dalam2 supaya Resti dapat menikmati ganjalan meriamku di dalamnya.
Sambil menanti turunnya temperatur nafsuku yang hampir puncaknya… aku elus dan ciumin Resti ini bagian dari cooling down untuk Resti dan diapun tersenyum manis sekali… aku telah menghadiahkan nikmat malam ini. Lalu aku cabut meriamku dan disambut oleh si bule… yang kutahu namanya setelah permainan dengannya usai. Jadi tadi saat kenalan aku nggak jelas namanya siapa… karena Komang menyebutnya perlahan… lagian saat itu aku kurang konsen. Namanya Joan… lengkapnya sebodo… EGP.
Joan langsung memegang meriamku yang masih tegang dan mulai menjilatnya perlahan dari ujung dan lidahnya berputar di kepala jamurku.Lalu aku pindah posisi saat Komang berdiri dan keluar kamar. Aku tiduran di samping Resti dan Resti rebah di dadaku… sedang Joan kembali menjilati meriamku, dia menjilat dari biji… terus naik ke mushroom, lalu berputar di mushroom baru kemudian dikulumnya. Jangkauan mulutnya cukup baik aku rasakan karena selama ini aku baru lihat orang dapat memasukkan meriamku sampai setengah bagian pas… biasanya masih kurang dari itu… perlahan dia masukkan lebih dalam lagi dan kali ini dia melepas tangannya…. dengan kepalanya mengangguk-angguk… meriamku keluar masuk mulutnya yang memiliki bibir mungil. Saat dia mengangguk-angguk… aku lihat dadanya berayun-ayun indah sekali… ingin rasanya menggapainya tapi tangganku nggak sampai karena Joan berada di atas kakiku. Dia lepas kulumannya dan kembali menjilati dari biji sampe ke mushroomku… kembali naik dan turun… jari2nya tidak menggenggam meriamku tapi hanya sedikit menahannya… sesekali diselinginya dengan menjilat berputar perlahan di seputaran bijiku… rasanya nikmat sekali… karena bosan diam saja… aku pindah posisi untuk main segitiga dengan Resti dan Joan… jadi Joan masih menghisap meriamku, Resti menjilati dan kadang menusukkan jarinya ke liang Joan dan aku memainkan liang Resti… karena ranjang itu tidak terlalu besar jadi rada sempit juga. Setelah puas dengan permainan ini lalu Joan bangkit dan mulai menunggangiku… sedang Resti tetap pada posisinya… permainan baru saja mulai ketika secara mendadak Vina ikut bergabung dan menyodorkan dadanya untuk kujilati… sebenta kemudian pakaiannya sudah lolos semua dan diapun bugil. Vina lalu menaikiku dan menyodorkan liangnya untuk kujilati… rada susah juga aku dengan posisi ini hampir sulit bernafas. Sementara meriamku bekerja untuk Joan, jari kiriku untuk Resti dan lidahku asyik menari dibelahan bibir kenikmatan Vina. Yang masih nganggur hanya jari kananku saat itu… dan aku gunakan untuk meremas dada Vina…
Saat rangsangan yang aku rasakan di meriamku makin keras, usahaku terhadap Resti maupun Vina juga makin gencar… Joan melenguh keras sambil menancapkan dalam2 dan masih memutarnya perlahan dengan penuh tekanan…. tangannya berpegangan pada pundak Vina… aku pilin puting Vina dan aku sedot kuat2 biji kacangnya…. Vinapun melenguh nggak lama kemudian… Resti masih belum sempat aku selesaikan saat wian meminta bagian untuk menuntaskan Resti.
Komang yang masuk kamar denagn membawa minuman keras import di genggaman tangannya… dan dengan langkah sedikit terhuyung dia menghampiri Vina dan mulai merabai Vina. Akupun bangkin untuk memberikan tempat buat Komang dan yang lain… sedang aku pindah tiduran di lantai di atas pangkuan Ratna. Rani mengelus lembut rambutku dan menciumiku. “Bang istirahat dulu nanti kecapaian” katanya. Dan akupun mencoba memejamkan mataku.



»» Baca selengkapnya.....

ngentot Dengan Sepupu

Kenalkan nama saya Tobias, biasa dipanggil ‘yas’. Pengalaman ini terjadi saat saya masih kelas 2 SMA, dengan kakak sepupuku, Santy.

Saya masih ingat awal kejadiannya di hari Sabtu, kira2 jam 4 sore. Keluarga besar kami terbiasa weekend bersama di hari Sabtu. Namun saat itu Santy sedang ada banyak tugas sekolah (sepupu saya kelas 3 SMA), dan saya ada kegiatan OSIS. Kira jam 1/2 5, ibu sms saya yang sedang di sekolah “yas, kami pergi dulu. kalau ada masalah sms ibu ya”. Saya pun membalas “iya bu, nanti di sms deh. hati2″.
Sepulang saya ke rumah sekitar jam 1/2 7, saya senang sekali karena sepi, karena biasanya saya rebutan nonton tv dengan ayah dan kakak2 saya. Saya langsung mandi, dan makan sambil nonton tv dengan tenang. Tiba2 saya kaget ada sms, saya pikir ibu yang sms, ternyata sepupu saya Santy. “yas, aq mau ke rumah situ ya. pinjam komik, bosen ngerjain tugas sekolah” (maklum koleksi komik saya lumayan banyak). Karena jarak rumah kami tidak terlalu jauh, 10 menit kemudian Santy tiba di rumah. “eh yas, ada komik baru ga?”, tanyanya. “liat aja sendiri di kamar san, sibuk nonton nih”, jawabku santai.
“ya sudah aq bongkar ya komik2mu”, jawabnya iseng sambil masuk ke kamarku. “hei, awas aja berantakan koleksiku san”, jawabku sambil jalan mengikuti dia. Setelah di kamarku, Santy langsung menuju ke lemari khusus koleksi komikku. Dia pun mulai mencari2 komik yang dia suka. “ah, kebanyakan komik cowok ini yas”, katanya. “ya mau gimana lagi, memangnya aq ini apa? masa iya aq koleksi komik cewek”, jawabku sambil membantunya mencari komik2 yang dia suka. “san, itu tugas sekolah sudah selesai belum? kapan dikum…” belum selesai pertanyaanku, aq bagai kesambar petir saat Santy mendapati ‘koleksi’ komik dewasa yang baru kubeli.

“hayooo…apa ini??”, tanyanya sedikit menyindir.

“waduh, jangan san, itu koleksi pribadi. khusus laki2″, jawabku seadanya sambil mengambil komik yang ada di tangannya.

“aq mau coba liat dong yas, memang gimana sih?”, pintanya.

“tanya aja sama temanmu yang sudah pernah baca san”, jawabku.

“ih pelit kamu sekarang, cuma liat sedikit aja masa ga boleh. lapor nih ke tante” katanya dengan mengancam.

“ya sudah..ya sudah..tapi jangan lama2 ya. ntar ketagihan loo”, jawabku bercanda.

“iya..iya..ngga lama kok”, katanya sambil memilih komik dewasa yang mau dia baca.

Aku sedikit gugup melihat dia membacanya, aku pun langsung keluar kamar dan menuju ruang tengah untuk nonton tv. 30 menit kemudian, aku melihat Santy keluar kamar. “hmmm..akhirnya selesai juga. cepat amat bacanya san. bosan ya?? hehehe..”, tanyaku iseng. Tiba2 aku dikejutkan dengan tingkahnya, Santy menuju ke arahku yang sedang duduk di sofa, dan langsung naik ke pangkuanku. “yas, aq ga tahan bacanya. praktek aja yuk”, jawabnya sambil melingkarkan tangannya di leherku. Hampir pingsan aku mendengar kata2 itu dari sepupu sendiri. “san, turun. serius aja kamu sampai bilang gitu”, jawabku gugup.
“ga mau, aq beneran jadi pengen coba sama kamu yas. entotin aku yaa??”, tanyanya. Saat itu aku benar kaget, tidak menyangka sepupuku bisa mengeluarkan kata2 seperti itu. Dan yang lebih membuatku kaget, saat Santy menuntun tanganku memegang susunya lalu dia pun mencium bibirku. Saat itu aku yang tadinya gugup, tiba2 saja menjadi nafsu. Kuremas susunya dengan kuat, sambil membalas ciumannya. “mmmhhhh..mmmhhhhh…”, desahnya tertahan dengan ciumanku. Aku sempat berpikir ini tidak benar karena Santy itu sepupuku, tapi nafsuku lebih menguasaiku. Kulanjutkan meremas susunya dengan kuat. Hanya sebentar saja, kontolku pun sudah menegang. Santy melepaskan ciumannya,

“yas, kok sudah tegang nih??, tanyanya.

“gimana ga tegang kalau kamu nafsu begini”, jawabku.

“hihihi…kamunya juga ikutan nafsu. weeee..”, jawab Santy sambil bercanda.

Santy turun dari pangkuanku, dan langsung menuju kebawah. Dia membuka celanaku semuanya. “hei, mau apa kamu san?”, tanyaku kaget. “aku pengen nyoba semua yang di komik tadi yas. aku hisap ya kontolmu??”, tanyanya. “terserah kamu aja sudah”, jawabku yang memang sudah tak tahan lagi. Santy pun mulai menjilati kontolku dari bawah ke atas lalu menghisapnya.
“uuuggghhh…”, desahku yang baru ini merasakan hisapan di kontolku. “terus san..hisap yang kuat…uuugghhh”, kataku yang sudah tidak tahan lagi. Santy melanjutkan menghisap kontolku, dia menghisap dengan kuat sampai nafsuku jadi semakin besar. “san, ayo ke kamarku saja”, kataku. Kami berdua langsung menuju kamarku dan membuka baju kami masing2. Astagaa..baru ini aku melihat tubuh sepupuku. Payudaranya yang besar, dan juga aku bisa melihat memeknya yang ternyata indah. Lebih indah dari gambar2 di komik. Aku yang sudah tidak tahan, langsung duduk di tempat tidur. Dengan posisi sepupuku yang masih berdiri, aku langsung meremas susunya lagi, dan kulanjutkan dengan menghisap putingnya yang sudah keras.

“aahhh…aaaaahhh…”, desah Santy perlahan.

Aku melanjutkan aksiku, kuhisap putingnya lebih keras, sambil ku mainkan puting yang satunya lagi. “aaaaahhhhhhh….yaaasss….enaaak bangeett..”, teriaknya. “aahhh…aahhhh…terus yas…hisap yang kuat…aaaahhh..lebih kuat lagi yas….ahhhh”, teriak Santy yang sudah semakin bernafsu.

Aku pun mengikuti permintaannya, tapi sekarang aku menggigit putingnya, lalu kutarik, dan kuhisap lagi. “aaaaaahhhhhhhhhhhhh…..yaasss…enaaakkk….”, teriaknya semakin keras.
Aku melepaskan hisapanku dan menyuruhnya berbaring di tempat tidur. lalu kubuka lebar kaki Santy sehingga memeknya terlihat jelas. Lalu kujilati memeknya perlahan. “uuuggghhhh…yas..terus yas…”, desahnya perlahan. Aku meresponnya, aku membuka memeknya dan mencari klitorisnya. Kujilati klitorisnya, kumainkan dengan lidahku.

“aaaahhhhh…disitu yas…enaaakk….uugghhh…uugghhh….”, triaknya menikmati jilatanku sambil menekan kepalaku ke memeknya. Aku pun semakin liar, kujilati klitorisnya dengan cepat lalu kuhisap kuat. “yaaaaasssss….jangaaannnn…aku ga tahaaannn…..aaaaaaahhhhhhhhh”, teriak Santy yang ternyata sudah mencapai klimaksnya.
Kontolku sudah tidak tahan lagi, ingin merasakan memek sepupuku. Aku menuju ke kursi belajarku sambil menarik tangan Santy. “san, ayo naik lagi kesini”, kataku sambil menuntun Santy ke pangkuanku. Santy pun naik, sambil menuntun kontolku ke memeknya. Perlahan kontolku mulai masuk ke memek sepupuku. Aku yang tidak sabar, langsung menekan tubuh Santy kebawah dan akhirnya kontolku masuk semua ke memeknya. “uuuuugggghhhhhh….”, desah Santy. Santy seperti sudah mengerti yang harus dilakukan. Dia mulai bergerak naik turun.

“ahhh..aahhh…”, desahnya pelan.

“san, lebih cepat lagi geraknya”, perintahku.

Santy pun menurut, dan mulai mempercepat gerakannya. “ugghhh…uugghhhh….yaasss…aaahhh…kontolmu enak banget yaasss…ugghh”, teriaknya bernafsu.

“iya san…memekmu juga enak..lebih cepat lagi san..”, pintaku.

Santy pun lebih mempercepat gerakannya, susunya yang bergoyang membuatku tidak tahan. Aku meremas susunya, lalu kugigit putingnya dan kutarik lagi dengan gigiku. Gerakan Santy yang cepat dan gigitanku di putingnya, membuatnya semakin tidak tahan. gerakannya semakin tidak beraturan karena nafsu…”yaaaaasss…aku ga kuaaaaattt…dikit lagii……..uuuggggggghhhhhhhh”, teriaknya saat mencapai klimaksnya yang kedua.
Aku merasakan kontolku juga sudah tidak tahan, sedikit lagi pikirku. Aku menyuruh Santy turun, lalu kusuruh dia menungging dengan tangan berpegangan ke meja belajarku. Perlahan kumasukkan kontolku ke memeknya dari belakang. “uugghhhh…”, desahku yang merasa enak. Aku mulai menggerakkan pinggulku perlahan, dan Santy pun menyesuaikan dengan irama permainanku.

“uuhhhh….yaass..enak banget di entot kamu…entotin terus yas..teruuss..”.

Mendengar itu aku merasa satu-satunya pria yang bisa memuaskan sepupuku. “iya san…entotin kamu juga enak banget…”, jawabku.
Aku mulai mempercepat gerakanku, sampai terdengar suaranya karena memek Santy yang sudah basah daritadi. Doronganku yang semakin cepat dan kuat, membuat teriakan sepupuku semakin kuat.

“aaaaahhhh…yaasss..kontolmuu enaaakk….entot lebih kuat yaaasss…aahhhhh”, teriakan Santy semakin bernafsu. Aku pun ikut bernafsu mendengar itu. Kurendahkan tubuhku, lalu kuremas susunya yang menggantung. Kutarik putingnya dengan kuat, sambil mempercepat doronganku. “uugghhh..san…memekmu nikmat…ughhh..uuuugghhh”, desahku. Kami berdua semakin bernafsu dan tidak terkontrol.

“aahhhh…entotin memekku yang cepat yass..lebih cepat lagii…aku mau keluaaarr..aahhh..aahhhh”, teriak sepupuku.

“…iya saan..aku entot yang cepat…uughh..uughh..uuuuugghhh”.

Selang beberapa detik, aku sudah tidak tahan lagi. “san aku mau keluar….”, kataku.

“aahhh..yaass..aku jugaa mau keluaarr…keluarin di memekku yaasss…entot yang cepat yaaas..aku ngga tahaaann..aaaahhh…AAAAHHHHHHHHHHHHH”, teriak Santy mencapai klimaksnya yang ketiga.

“saannn..aku juga keluaarr…aahhh..aahhhhhhh..”, teriakku saat spermaku keluar memenuhi memek sepupuku.
Kami yang kelelahan langsung terbaring di tempat tidur. Masih tidak percaya aku melakukan seks dengan sepupuku. “yas, kapan2 entotin aku lagi yaa? aku suka banget”, pintanya. “iya san, aku juga ngga nyangka bakal seenak ini ngentotin kamu. memek kamu bikin aku ketagihan. kalau mau nanti kita cari waktu aja”, jawabku kelelahan.
Setelah hari itu, saat kami berdua sedang ingin melakukan seks. Kami mencari alasan agar tidak ikut weekend dengan keluarga besar kami. Hal ini kami lakukan sampai sepupuku lulus sekolah dan pergi kuliah di luar kota. Nice Weekend….




»» Baca selengkapnya.....

Fatasi Istriku

Cerita ini adalah kejadian nyata yang pernah saya alami bersama istri saya. Saya dan istri berumur 28 tahun, saya bekerja di salah satu perusahaan retail, sedangkan istri saya bekerja di perusahaan swasta sebagai sekretaris. Dan memang dari wajah dan postur, istri saya sangat cocok sekali untuk mengisi posisi itu. Kami sudah menikah selama kurang lebih 3 tahun dan telah memiliki seorang putri cantik.

Cerita yang akan saya tulis disini adalah mengenai orientasi seks saya yang menyimpang. Menyimpang seperti apa? Biar kalian yang menentukan setelah membaca cerita ini. Dulu sebelum kami berdua menikah, saya memang orang yang pencemburu, tidak bisa melihat istri saya berpakaian sedikit seksi atau terbuka, bawaannya selalu cemburu bila ada orang lain yang memperhatikannya, tapi setelah menikah, keadaannya berbalik 180 derajat, saya sangat nyaman dan horny bila ada orang lain yang mengagumi istri saya saat berpakaian seksi. Mungkin dikarenakan dia sudah menjadi milik saya sebagai istri, jadi tidak terlalu khawatir kalau ada orang lain yang merebutnya dari tangan saya.
Semua berawal dari internet, saya pernah membuat account baru di YM dengan nama dan foto istri saya, awalnya hanya iseng tapi malah menjadi rutinitas, saya menjadi sering menanggapi ajakan chat dari para lelaki di dunia maya. Karena takut akan hal-hal yang tidak diinginkan, saya lebih memilih chat dengan pria bule yang jauh dari Indonesia, selain membuka wawasan, saya yakin mereka benar-benar orang yang tidak kami kenal sama sekali.
Saya mengenal beberapa pria bule yang menurut saya cukup tampan dan sopan, tipe pria yang tidak langsung mengajak untuk membahas soal seks seperti pria-pria lainnya di dunia maya. Dan kejadian ini pertama kali terjadi pada Sabtu sore, saat saya dan istri sedang dirumah. Saya sedang online menggunakan PC dan istri saya menggunakan notebook, walaupun kami sama-sama ada dirumah, kami berdua juga chat di YM hanya sekedar ngobrol ringan dan bercanda, dan disitu saya memberi tahu istri kalau ada pria bule mau kenal dengannya, awalnya istri tidak menanggapi, tapi setelah saya perlihatkan cam dari pria bule itu, perlahan-lahan istri mulai tertarik. Istri sempat beralasan malu karena tidak terlalu bisa bahasa inggris, tapi saya yakini kalau nanti akan saya bantu dalam percakapannya. Dan akhirnya istri sign in menggunakan id YM saya yang memang mengatasnamakan dirinya. Awal pembicaraan antara istri saya dengan Bryan (nama pria bule itu) memang sedikit kaku, selain saya harus mendikte bahasa inggrisnya, istri juga masih belum menikmati. Tapi selang setengah jam, keadaan mulai cair dan istri juga sudah terlihat menikmati obrolannya, terlihat sesekali istri saya tersenyum dan tertawa, entah apa yang mereka bicarakan di YM, yang jelas saya cukup senang kalau istri menikmatinya, dan tidak ada rasa cemburu sama sekali.
Saat saya juga sedang asyik online di PC saya,
“Pah, aku boleh ngga pake cam sama si Bryan?”
“Yah pake aja mah.” Saya mencoba menanggapinya dengan santai agar istri saya juga yakin.
Si Bryan ini benar-benar tidak tahu kalau ada saya di dekat istri, dan memang dari pertama kali chat, saya mengaku masih single (maksudnya istri saya). Setelah istri menyalakan camnya, dia pun kembali tenggelam dengan YMnya. Hanya info saja, jarak saya dengan istri hanya 3 meter, istri menggunakan notebooknya di sofa sambil merebahkan kakinya di atas sofa dan menyenderkan badannya. Sedangkan saya menggunakan PC di meja komputer biasa. Tidak terasa sudah hampir sejam mereka berdua chat, akhirnya saya mencoba menghampiri istri, hanya sekedar ingin tahu apa yang sedang mereka bicarakan. Istri sempat senyum-senyum saat saya jalan menghampirinya,
“Kenapa koq senyum-senyum gitu, mah?”
“Hehehe, ngga apa-apa koq.” Istri saya malu-malu.
“Dibawa enjoy aja, mah.” Saya menjawab sekenanya sambil menengok ke monitor notebooknya.
Kira-kira begini percakapannya,
Bryan: I love asian and I love their skin
My wife: oh really?
Bryan: Yup
My wife: how about me?
My wife: u like an asian woman like me?
Bryan: I like u so much dear!
Bryan: wanna touch and feel ur skin
My wife: hahahaha ur lying
My wife: im skinny and white, and I know u guys don’t like
My wife: I think u like a dark skin sexy woman with a big boobs
Bryan: actually, I like skinny woman like you and I don’t like big boobs
Bryan: I love small boobs dear..
My wife: oh really?
Bryan: 100% yes!
My wife: hahahahahaha..
Bryan: may I see it?
My wife: see what? Nooooooooo
Bryan: ur boobs, ill let u know that I like it or not
My wife: no no no
Bryan:
Dan sampai baris terakhir itu, istri saya belum membalasnya. Istri saya terlihat kagok karena ada saya disampingnya sambil melihat percakapannya. Saya sadar dan akhirnya saya menjauh dan kembali ke PC.
“Kasih lihat aja mah, orangnya jauh ini, lagian kenal juga ngga.” Saya mencoba menggoda istri saya.
“Ih papa, ngga lah, aku malu, lagian dadaku khan kecil.”
“Loh? Tadi khan dia sendiri yang bilang kalau dia suka dada yang kecil.” Saya makin berani meyakinkannya.
“Beneran boleh? Papa ngga marah?”
“Ngga sama sekali.” Sambil memberi jempol ke arah istri saya, tanda saya setuju.
Sambil lihat sekitar, istri saya mengangkat tshirtnya keatas sebatas leher sampai BHnya terlihat ke arah webcam, saya berusaha mengendalikan reaksi saya, perasaan saat itu langsung horny, cemburu, dan excited. Tapi saya harus terlihat tenang agar istri tidak merasa terganggu dan berpikir kalau saya cuek dengan tingkahnya. Dan istri hanya sekedar memperlihatkan dadanya dengan masih dibalut BHnya, dan terlihat kalau istri senyum-senyum malu, saya tidak tahu apa yang Bryan ucapkan kepada istri saya. Kira-kira 10 menitan istri saya chat dengan kondisi seperti itu, BHnya masih menutupi kedua bukit kecil miliknya.
“Pah, si Bryan nyuruh aku buka BHnya nih.” Tiba-tiba istri saya bertanya.
“Lah, aku pikir kamu mau buka BH daritadi.” Saya mencoba memberi semangat kepada istri.
“Aku buka yah pah, jangan marah loh!”
“Marah sih ngga bakalan mah, yang ada aku malah horny, hehehe.”
“Ih si papa!” Istri saya menjawab dengan manja.
Akhirnya dibukalah BH yang daritadi menutupi kedua bukit kembar istriku, istriku terlihat salah tingkah pada Bryan, bisa terlihat karena dia mencoba menutupi kedua puting coklat mudanya dengan rambut panjangnya, dan lalu melanjutkan chatnya. Hanya sebentar istri saya salah tingkah, sekarang dia benar-benar nyaman dengan dada yang terbuka dan puting yang menantang Bryan diujung sana. Kami bisa melakukan kegiatan ini karena anak saya dan babysitternya kebetulan sedang diajak jalan oleh ayah saya. Dan dengan keadaan sekarang, saya benar-benar merasakan sensasi luar biasa walau hanya sekedar melihat istri telanjang dada dengan Bryan melalui webcam. Dengan tshirtnya masih menempel ditubuhnya, istri sesekali meremas kedua buah dadanya dan mendekatkannya kearah webcam, entah itu kemauan Bryan atau inisiatif istri saya sendiri, saya tidak terlalu peduli, saya hanya ingin menikmati pemandangan nakalnya istri bersama Bryan.
“Pah, aku godain Bryan yah!” Tanya istriku.
“Godain mah, buat dia horny, aku malah nafsu banget lihat kamu kayak gitu.”
“Tapi aku malu kalau disini dan ada kamu.”
“Mama mau dikamar? Ya udah sana, tapi harus nakal yah!” Aku semakin bernafsu ingin tahu sejauh mana.
“Emang bener ngga apa-apa, pah?” Istriku ingin meyakinkan.
“Kamu begituan beneran sama dia juga ngga apa-apa koq, mah.” Sambil saya tertawa terbahak-bahak.
“Mauuuuuuu…” Jawab istriku sambil ngeloyor ke dalam kamar dengan notebooknya.
“Hehehehe.. Nakal nih si mama.” Jawabku semangat.

Setelah istriku masuk kamar, saya lanjut browsing sambil memikirkan apa yang sedang istri saya lakukan di dalam kamar dengan dipandangi Bryan melalui webcam. Saya harus sabar dan membiarkan apapun terjadi di dalam sana, karena dengan begitu, istri saya makin leluasa dan akan berpikir kalau ini semua memang tidak membuat saya marah. Hampir 45 menit istriku tidak beranjak dari dalam kamar, membuat saya makin penasaran sudah sejauh mana aksi istriku ini. Saya beranjak dari komputer, lalu saya intip sedikit dari celah pintu yang memang tidak tertutup rapat. Dan benar, pemandangan di dalam benar-benar membuat penis saya semakin ereksi. Istri saya sedang duduk di kursi dan didepannya notebook diletakkan di meja rias, sambil menutupi tubuhnya dengan kain Bali, istri saya hanya tinggal mengenakan CD saja. Entah Bryan sudah diperlihatkan CD istriku atau belum, saya tidak peduli, saya hanya ingin menyaksikan kelanjutan aksi istriku ini.
“Buka sayang, aku udah horny banget nih.”
“Ih papa, ngagetin aja!” Istriku sedikit kaget dengan kehadiran saya.
“Buka semuanya aja, biarin Bryan lihat toket sama memek kamu, mah!” Saya makin bernafsu.
“Iya papa sayang, ngga apa-apa khan ada orang ngeliatin toket sama memek istri kamu?” Istri saya mulai menggoda saya.
“Aku rela mah, kamu dientot orang lain pun aku rela sayang.” Sambil saya mengelus-elus penis dari luar celana.
“Ohhhhh…” Istriku mendesah sambil menjatuhkan kain yang menutupi tubuhnya sambil meraba lehernya.
Kini terpampanglah tubuh istriku yang tinggal mengenakan CD di hadapan Bryan yang baru saja dikenalnya. Saya sendiri lalu melepas celana saya dan hanya mengenakan tshirt saja. Sambil mengocok penis, saya sambil rebahan di atas tempat tidur terus memperhatikan istri saya dari samping yang masih duduk di depan meja rias. Aksinya makin liar, semakin cepat pula saya mengocok penis saya. Dan untuk menambah sensasi, saya keluarkan dildo milik istri saya dari laci meja yang ada di samping tempat tidur, dildo dengan ukuran 22 cm dan berdiameter cukup besar ini saya sodorkan ke istri saya yang masih sibuk dengan tingkah menggodanya pada Bryan.
My wife: Hey, wanna see my thing?
Bryan: What kind of thing?
My wife: My big thing
My wife: Hahahaha…
Bryan: Show me dear, I saw ur little thing already (mungkin maksudnya buah dada istriku)
Bryan: And I love ur little thing, wanna see the different thing now
My wife: Here… (istriku sambil langsung memasukkan dildo ke dalam mulutnya)
Bryan: Wowwww… Thats huge!
My wife: Hmmm… (semakin dalam mendorong dildonya ke dalam mulut)
Bryan: Ohhhh yesss… suck it!
Istriku makin terlihat bernafsu dengan semua tindakannya, kini dia mendorong keluar masuk dildo besarnya ke dalam mulutnya sambil tangan satunya meremas-remas buah dadanya dan sesekali mendekatkan putingnya ke webcam. Dada saya semakin bergetar melihat istri saya, dildo yang sangat besar itu dipaksakan masuk semua ke dalam mulutnya, sampai-sampai air liurnya jatuh ke buah dadanya. Dildo di tangannya sudah basah semua.

“Pah, aku nafsu banget nih!” Istriku sedikit bergumam disela kegiatannya mengoral dildo.
“Aku juga udah ngaceng banget nih, mah.”
“Kontolnya aku masukin ke memekku yah, pah!”
“Iya mah, biar memek kamu makin lebar dan longgar!”
“Ohhhhhh… pah… shsshhshhhhh… ahhhh… kontolnya gede banget, pah.”
“Iya mah, memek kamu khan sering di entot sama tuh kontol, makanya memek kamu udah lebar banget.”
“Si Bryan mau aku masukin kontolannya ke memek aku nih, dia boleh lihat ngga, pah?”
“Yah boleh donk mah, masukin semua ke dalam memek kamu!” Saya timpali dengan penuh nafsu.
Akhirnya istri berdiri dan mencoba membuka CDnya, cara membukanya sangat seksi sekali, dia membelakangi notebook dan menurunkan CDnya perlahan-lahan sambil menunggingkan pantat putihnya yang mulus. Pasti Bryan horny berat melihat tingkah laku istriku ini, saya di kasur sudah tak karuan ritme tangan mengocok penis saya sendiri. Setelah terbuka, istri saya kembali duduk, hanya saja kali ini dia mengubah posisi duduknya, kini dia duduk menghadap saya, sambil salah satu kakinya di topangkan ke pinggir kasur, dan webcam di arahkan sedikit ke bawah olehnya, sehingga jelas terlihat vagina yang ditumbuhi bulu itu. Dengan posisi ini, aku bisa lebih jelas melihat lubang kenikmatan istriku, lubang yang telah mengantarkan putri pertama saya ke dunia, dan juga lubang yang selama ini selalu saya nikmati dengan lembut maupun kasar.
Istri kembali membasahi dildo ke dalam mulutnya, mulutnya sudah sangat basah dengan air liurnya sendiri, air liur yang menggairahkan menurut saya. Tidak berapa lama, dia mulai menurunkan dildonya dengan cara menyeret melalui lekuk tubuhnya, saat berada di dadanya, sengaja berhenti sejenak untuk sekedar menyentuh putingnya dengan ujung dildonya, sehingga dada dan putingnya pun ikut basah. Setelah puas memainkan di daerah dadanya, istriku makin menurunkan ke arah pusar dan lanjut ke depan vaginanya. Disitu dildo digesek-gesek sepanjang klitoris sampai lubang anusnya dengan bagian atas batang dildo. Sangat cantik dan nakal sekali istriku terlihat dalam posisi ini, seperti wanita yang benar-benar ingin digauli dengan hebat.

Perlahan tapi pasti, dildo mulai masuk ke dalam vagina istriku, berbarengan dengan desahan istri. Dildo itu akhirnya bisa masuk seluruhnya, dan terlihat bibir vagina istri juga tenggelam karena desakan dildo raksasa itu. Dan terlihat istri mulai rileks dan lepas dengan apa yang dia lakukan, dia menikmati sekali setiap kocokan dildo ke dalam vaginanya dan memperlihatkannya pada Bryan. Senyuman istri terlihat nakal sekali menghadap saya, karena Bryan di ujung sana memang hanya bisa melihat aktivitas dada istri ke bawah, dan kali ini saya benar-benar beradu pandang dengan istri, hanya satu kata dari saya, sensual! Masih asyik dengan permainan dildo di vaginanya, tiba-tiba terdengar suara buzz dari Bryan, sejenak istri menghentikan kocokan tangannya dan membiarkan setengah batang dildo menancap di vaginanya, dia menghadapkan kembali layar notebook ke wajahnya.
Bryan: Dear...
My wife: Yes Bryan?
Bryan: Im done here.. (sepertinya Bryan sudah ejakulasi)
My wife: Hahaha.. Its just beginning
Bryan: Shit, ur so hot! I cant hold it
My wife: Thats ok, see you around..
Bryan: Thank you so much! I want you really bad!
My wife: ur welcome..
Notebook langsung ditutup, istri langsung beranjak dari posisinya dan menghampiri saya di atas kasur, dengan dildo masih menancap di vaginanya. Lalu istri memposisikan tubuhnya jongkok tepat persis di dada saya, saya bisa melihat jelas dildo itu membelah vaginanya.
“Pah, tolong pegang dildonya.” Pintanya.
“Iyah sayang.”
Tangan kanan saya menggenggam pangkal dildonya dan menempelkan di dada saya, secepat itu juga istri langsung menggoyangkan tubuhnya turun naik, vaginanya benar-benar menelan dildo itu sampai benar-benar habis, tidak terbayang bagaimana keadaan di dalam vagina istri saya saat benda 22 cm itu masuk. Tangan kiri saya semakin gila mengocok penis saya sendiri. Sesekali saya meremas bokong istri dan menariknya kebawah sehingga dildo makin merangsek masuk menyetubuhi vaginanya. Sambil meremas bergantian kedua payudaranya sendiri, istri makin mendesah tidak karuan, tangannya pun kadang memijat klitorisnya sendiri, persis seperti film porno dari luar. Sekitar 10 menit istri menikmati dildo yang ada di genggaman saya, ketika tiba-tiba istri makin mempercepat goyangannya yang membuat dada saya semakin tertekan. Saya tahu dia pasti sudah hampir mendapatkan orgasme pertamanya.
“Mah, stop dulu, kita ganti posisi yah.”
“Ihhhhhh papa, aku udah mau keluar tadi!” Istri saya sedikit sewot.
Dengan cueknya, saya membaringkan istri saya terlentang di kasur, dan saya ganjal pinggangnya dengan 2 buah bantal sehingga lubang vaginanya sedikit mengarah keatas, dan tanpa ba-bi-bu saya tancapkan lagi dildo itu ke dalam vaginanya, kali ini saya yang memegang peranan. Terlihat jelas sekali lubang vagina istri semakin lebar karena dildo itu, dan semakin membuat saya bernafsu untuk menggaulinya. Tangan kanan saya berusaha mengocok dildo itu dengan cepat dan sangat dalam di vaginanya. Istri benar-benar pasrah dengan hantaman dildo raksasa itu berulang kali, matanya mengisyaratkan kenikmatan yang bertubi-tubi, tangannya hanya tergolek pasrah di samping tubuhnya. Dan semakin istri terlihat pasrah semakin cepat dan dalam saya mainkan dildo itu di vaginanya.
“Ohhhhhh.. ssshh.. ahhhh..” Istri berdesis pasrah menikmati hujaman dildo.
“Enak mah? kontol Bryan enak ngga?” Saya mencoba membuat suasana semakin hot.
“Ahhhhhh.. fuck me! Fuck me hard!” Istri saya setengah berteriak.
“Ssshhh.. oh god, kamu perek kesayangan aku.” Saya makin liar menimpali istri saya.
Tidak berapa lama, akhirnya istri saya mendapatkan orgasme pertamanya dibarengi teriakan puas dari mulutnya. Saat istri masih merasakan sengatan orgasmenya, saya tarik keluar dildo itu sehingga memuncratkan sedikit lendir kenikmatan orgasme istri tadi dan langsung memasukkan penis saya ke dalam vaginanya. Istri terlihat lunglai dan tanpa ekspresi ketika penis saya mulai mengocok vaginanya, mungkin karena ukuran penis saya yang hanya 16 cm sudah tidak terasa setelah vaginanya dibombardir oleh dildo ukuran bule. Dan sayapun merasakan vagina istri sangat lebar dan basah, beda sekali dengan sehari-hari saat saya bercinta. Saya membayangkan kalau hal ini (3some) benar-benar terjadi dengan seorang pria bule, kira-kira begini rasanya dapat sisa vagina yang sudah luluh lantah oleh gempuran penis yang besar di dalam vagina istri saya. Entah penyesalan, rasa dosa atau tidak sama sekali nantinya yang akan merasuki pikiran dalam menjalani kehidupan rumah tangga ke depan. Vagina istri saya yang akan selalu memberikan kenikmatan untuk saya seorang sebagai suaminya sendiri, bisa dinikmati orang lain. Betapa dorongan seks itu sangat kuat hingga membutakan norma-norma kehidupan berumah tangga. Saya sendiri mungkin akan sangat menikmati pemandangan ketika istri saya digauli pria lain, mencoba berbagai posisi, dengan ritme yang cepat atau lambat, hingga mereka mencapai puncak kenikmatan bersama-sama.
Dan permainan itu akhirnya berakhir setelah saya mencapai orgasme dan memuncratkan air mani saya ke arah payudara istri, orgasme ini terasa nikmat sekali walaupun hanya sebentar saja saya menikmati vagina istri saya. Sengaja saya muncratkan diluar karena memang istri saya tidak perbolehkan pakai alat kontrasepsi, dan kami juga mau menunda anak ke-2 karena ingin membangun karir lebih matang lagi. Istri tersenyum cantik sekali saat saya bisa mencapai kepuasan dari vaginanya yang sudah sangat lebar, begitupun saya. Dan sore itu kami habiskan dengan mandi bersama sambil menikmati waktu dan kualitas kami sebagai suami istri.



»» Baca selengkapnya.....

Your friend novi puspitasari has invited you to join Multiply

silahkan bergabung di multiply ya..
di tunggu



novi's friends and family




Recent updates from novi's network

bozsgenk

Invite New to Your Network: andika

by andika, your novi's friend
joined 7 days ago
cutenovi

Invite New to Your Network: novi

by novi puspitasari
joined 8 days ago
Stop e-mails, view our privacy policy, or report abuse: click here
Copyright © 2004-2011 Multiply, Inc. 6001 Park of Commerce, Boca Raton, FL 33487, USA




»» Baca selengkapnya.....

Multiply -- Sign Up

Check out my Multiply site

I set up a Multiply site with my pictures, videos and blog and I want
to add you as my friend so you can see it. First, you need to join
Multiply! Once you join, you can also create your own site and share
anything you want, with anyone you want.

Here's the link:
http://multiply.com/si/zf+DeHLdwNFicj+9Jz9y3A

silahkan bergabung di multiply ya..
di tunggu

Thanks,
novi

Stop e-mails, view our privacy policy, or report abuse:
http://multiply.com/bl/zf+DeHLdwNFicj+9Jz9y3A
We haven't added your email address to any lists, nor will we share it
with anyone at any time.
Copyright 2011 Multiply
6001 Park of Commerce Blvd, Boca Raton, FL

»» Baca selengkapnya.....

True Story of Dezy

Pengalamanku kali ini berawal dari hari ulang tahunku yang ke 23. Kebetulan ulang tahunku kali ini pas jatuh pada hari Minggu, maka aku melewatkannya di rumah saja bersama anakku satu-satunya yang baru berusia 5 tahun. Sempat juga aku teringat pada mantan suamiku, karena tahun lalu kami masih merayakan ulang tahunku bersama. Kami baru bercerai beberapa bulan yang lalu.

Sore-sore, ada SMS masuk. Jantungku langsung bergemuruh ketika membaca pengirimnya: Tomi, salah satu selingkuhanku yang sekarang bekerja dan berdomisili di Semarang. Aku senang sekali karena ternyata dia masih ingat ulang tahunku. Tomi memang termasuk laki-laki yang romantis, dia selalu memperhatikan hal-hal kecil yang dapat membuat hatiku senang. Usianya lebih muda 2-3 tahun dibanding aku, belum berumah tangga, tapi pengalaman sex-nya lumayan.

Yang lebih membuat aku girang luar biasa, ternyata Tomi ada di Jakarta. Dia bilang melalui SMS, dia sengaja datang untuk merayakan ulang tahunku.

“Aku selalu kangen sama kamu,” tulisnya. “Aku juga,” balasku. “Kamu kangen apanya?” “Kangen jepitannya!” ”Jepitan yang mana? Yang atas apa yang bawah?” “Dua-duanya!”

Aku selalu berdesir-desir kalau menerima SMS seperti itu dari Tomi. Bukan apa-apa, obrolan seperti itu selalu mengingatkan aku pada petulangan-petualangan sex yang pernah kami lakukan. Tomi termasuk pandai bermain cinta, itu sebabnya hubungan kami termasuk langgeng, sudah berjalan hampir 4 tahun. Dengan cowok-cowok lain aku lebih suka untuk tidak menjalin hubungan berlama-lama.

Singkat cerita, kami janji bertemu di sebuah hotel yang dulu termasuk sering kami pakai untuk rendezvous. Aku datang lebih dahulu, langsung cek in, lalu menunggu Tomi di dalam kamar. Aku SMS Tomi untuk memberitahu nomor kamar.

“Aku masih di jalan,” balas Tomi. “Macet, padahal udah ngaceng nihhh…” “Ya udah, dielus-elus aja dulu, sementara nunggu jepitan nikmat.” “Aku gak sabaran nih, udah dari kemaren ngebayangin ML sama kamu.” “Aku jadi ngebayangin punyamu, lagi ngaceng, keras, gede. Pasti sedap tuh diisep.” “Emang cuma mau ngisep?” “Aku sih cuma mau ngisep, tapi gak tau deh pepekku!” ”Uuuuh, jadi makin ngaceng nih, tau?! Awassss yaaa!” “pepekku juga mulai basah tau, Yang?!” “Tolong rabain pepek kamu untukku.” “Gak usah diajarin, dari tadi juga udah kuraba-raba!” Kami terus ber-SMS ria sementara Tomi dalam perjalanan menuju hotel. Pintu kamar sengaja tidak kukunci supaya Tomi dapat langsung masuk. Aku rebahan di ranjang dengan gelisah. Kirim-kiriman SMS seperti itu membuat aku terangsang hebat. pepekku benar-benar basah, buah dadaku mengeras, tidak sabar ingin cepat-cepat mereguk nikmat bersama Tomi.

Untungnya Tomi muncul tidak lama kemudian. Karena sudah kuberitahu bahwa pintu kamar tidak kukunci, dia langsung masuk tanpa mengetuk pintu. Aku sedikit terkejut, tapi senang sekali. Tanpa beranjak dari ranjang, kukembangkan kedua tanganku untuk menyambut Tomi dengan pelukan.

Tomi mengunci pintu, lalu langsung membuka celana panjang berikut celana dalamnya. Aku tertawa melihat batang kontolnya nampak sudah mengacung tegak. Lucu, sekaligus menggairahkan. Sementara Tomi membuka pakaiannya dengan terburu-buru, aku juga bergegas membuka kaos ketat dan rok mini yang kukenakan. Tomi memandang tubuhku yang hanya tinggal ber-bh dan celana dalam dengan rupa amat bernafsu.

Tanpa ba-bi-bu, dia langsung menerkam aku di ranjang. Kami langsung bergumul, berciuman bibir dengan panas bergelora. Kedua tangan Tomi liar meremas-remas apapun pada tubuhku. Celana dalamku diturunkannya dengan tergesa-gesa.

“Aku gak tahan, Yang…, kita langsung ngentot yaaa…. Ngobrolnya nanti aja, oke?”

Nafasnya sudah ngos-ngosan, aku hafal betul bagaimana Tomi kalau sudah diamuk birahi. Tentu saja aku tidak keberatan untuk langsung bersetubuh seperti permintaan Tomi, karena aku juga sudah amat sangat bergairah sedari tadi.

Kubuka pahaku memberi jalan. Tomi mencumbu sepasang payudaraku sambil mengarahkan rudalnya pada pepekku. Terasa kepalanya yang besar menyeruak mulut pepekku yang basah. Nikmat sekali. Kuresapi nikmatnya terobosan batang kontol Tomi pada liang pepekku sambil memejamkan mata. Sleseeeeeppp….. blessss…!

“Ooooh…., enak banget, Sayaaang…,” rintihku. “Aku kangen kontol kamuuu….” “Aku juga kangen banget, Sayaaang…. Aku kangen ngentot sama kamuuu…” “Sekarang entot aku…, entot aku, Sayaaang….”

Tomi semakin bernafsu, gerakannya jadi semakin brutal dan agak kasar. Justru itu yang aku suka. Batang kontolnya yang luar biasa keras terasa memenuhi liang pepekku, menyentak-nyentak hingga ke ujung lorong kenikmatan milikku.

“Aaaakkkhhh…, asyiiiikkk, Saaayyy…., yahhh…, teken yang kenceng…, yahhh… gitu dooong…, uuuuggghhh…”

Dia menyentak-nyentaik batang kontolnya lagi, semakin keras, semakin cepat dan bertenaga. Aku semakin lepas kontrol, jeritanku makin menjadi-jadi akibat dilanda nikmat yang luar biasa. “Aaaarrgghh…., gilaaa…! Kontolmu sedap banget, Sayaaang… Entot pepekku, Sayaaang…, yah…, yaaahh, gituuuuuhh…, aaarggghhhh…., yang keras, yang kerassss…., ooohhhh, kontol kamu sedap, Sayaaang!”

Aku memang termasuk type perempuan yang “heboh” bila sedang bersetubuh. Semakin nikmat persetubuhan yang kurasakan, rintihan dan eranganku pasti akan semakin keras dan jorok. Dulu aku malu dengan perilaku sex-ku yang satu itu, karena takut dinilai perempuan murahan yang maniak, tapi lama-kelamaan aku justru menikmatinya. Kenyataannya banyak laki-laki yang justru menyukai erotisme seperti itu, karena mereka jadi merasa sangat perkasa dan semakin bergairah karena merasa berhasil membuat aku keenakan.

Tomi semakin kuat menggecak-gecak batang kontolnya di dalam pepekku, seiring dengan semakin kuatnya rintihan dan eranganku. Kurasakan klimaksku sudah sangat dekat. Kuangkat-angkat pinggulku setiap kali Tomi menggecak, sehingga batang kontolnya yang besar dan keras itu menghunjam-hunjam semakin dalam. Nikmat luar biasa.

Kami terus bersetubuh, berganti-ganti posisi. Terakhir, ketika orgasmeku telah semakin dekat, Tomi membalikkan tubuhku hingga membelakanginya. Aku segera mengerti. Lekas-lekas aku menungging di atas ranjang dengan kedua tangan berpegangan pada pinggiran jendela kamar. Lalu kembali Tomi menggenjotku dari belakang. Aku berusaha mengimbangi dengan menggerak-gerakkan pinggul. Setiap dia menekan, kudorong pantatku ke belakang, demikian pula sebaliknya. Kudengar nafas Tomi kian memburu, diselingi suara lenguhannya setiap kali dia menggecak batang kontolnya kuat-kuat.

Akhirnya aku melolong lebih dahulu. Aku orgasme!

“Ooooooooorrggghhhhh……!!! Toooommmm, aku keluaaaarrr….!!!!”

Tomi semakin bersemangat, digecak-gecaknya kontolnya semakin kuat dan cepat. Tubuhku terguncang-guncang semakin hebat. Sementara Pepekku berkedut-kedut saat aku mencapai klimaks, kugoyang-goyangkan pinggulku maju-mundur dengan cepat dan kuat untuk mengimbangi gerakan Tomi. Aku tahu pasti, sebentar lagi dia pun akan mencapai puncak kenikmatannya.

“Oh, ah, uuughhh..!!! pepek kamu enak, Sayang…., aku hampir keluar, aku hampir keluar, adduuhhhh…., enak sekalih, enak sekali pepek kamuhhhh…., oooorrrgghhh.., aaarrgghhh…., uuuuggghhh…., aaaaaaaarrrgghhhhh……..!!!”

Tomi menyemprotkan spermanya banyak sekali. Terus kugoyang-goyang pinggulku agar dia lebih merasa nikmat. Dia melenguh-lenguh sambil meremasi buah dadaku yang bergelantung, sementara air maninya menyemprot-nyemprot di dalam pepekku.

Setelah itu Tomi menghempaskan nafasnya yang berat. Dipeluknya tubuhku. Kami lalu bercium-ciuman sambil berangkulan di ranjang.

“Kamu apa kabar selama ini, Sayang?” tanya Tomi sambil membelai-belai keningku yang berkeringat. Bayangkan, setelah bersetubuh demikian panas, dia baru sempat menanyakan kabarku. Aku tersenyum.

“Baik,” jawabku. “Kamu sih, sombong, mentang-mentang udah jadi boss!” “Aku selalu kangen sama kamu, tau?!” “Aku juga, soalnya kamu yang paling hebat!” “Hebat apanya?” Aku tersenyum, kugenggam batang kontol Tomi sebagai jawaban. Tomi mengikik, dan kontolnya otomatis bergerak membesar kembali.

“Tuh kan, baru dibilang paling hebat, dia langsung bangun lagi!” aku menggoda sambil mengelus-elus batang kontol Tomi yang kian mengeras. Kuangkat pahaku, menyilangi paha Tomi, lalu kugesek-gesekkan ujung kontolnya ke belahan pepekku. Tomi menyeringai. Tubuhku dipeluknya lebih erat, lalu kami berciuman bibir. Hangat, tandas, dan lama…

Selanjutnya kami memulai permainan ronde kedua. Seperti biasa, Tomi memang kuat dan tahan lama. Entah berapa lama kami bersetubuh untuk yang kedua kali malam itu, yang jelas akhirnya kami mencapai orgasme dalam waktu bersamaan. Setelah itu kembali beristirahat. Buang air, mencuci tubuh di kamar mandi, pesan makan malam, ngobrol-ngobrol, lalu bercumbu lagi.

Pagi-pagi aku pulang, ganti baju dan langsung berangkat lagi ke kantor. Sebetulnya aku capek sekali setelah mendaki puncak nikmat berkali-kali sepanjang malam, tapi hari itu boss ada meeting di kantor, jadi tidak mungkin aku membolos (aku bekerja sebagai sekretaris direksi). Lagipula, kenikmatan berkali-kali yang diberikan Tomi, justru membuat pikiranku menjadi cerah dan semangat menjadi tinggi.

Sebelum berpisah, Tomi mohon maaf karena tidak bisa menemui aku lagi karena banyak hal yang harus dikerjakannya. Dia lalu meminta aku mengantarnya ke bandara bila nanti dia kembali ke Semarang. Aku setuju saja.

Kamis sore, Tomi menjemput aku di kantor untuk mengantarnya ke bandara seperti yang sudah kami sepakati tempo hari. Tapi dia tidak sendiri, melainkan ditemani seorang cowok ganteng. Aku diperkenalkan dengan cowok itu yang ternyata sahabat Tomi sejak mereka masih sama-sama remaja. Namanya Irvan, usianya nampak sedikit lebih muda dibanding Tomi.

Ketika berkenalan, aku sempat mencuri pandang ke arah bokongnya. Lumayan gede. “Kalo neken, kayaknya nikmat nih,” pikirku langsung ngeres. Pada saat yang sama, aku melihat sekilas dia melirik ke arah dadaku. Saat itu aku mengenakan blazer dan daleman tanktop yang telah kubuka 2 buah kancingnya sejak dari kantor, sehingga belahan dadaku yang penuh nampak terlihat jelas. Darahku kontan berdesir lebih cepat menyadari Irvan tertarik pada buah dadaku yang berukuran 36C.

Tomi duduk di kursi belakang bersamaku, sementara Irvan sendirian di depan menjadi “sopir”. Kami langsung tancap gas, masuk tol menuju bandara.

Di perjalanan, kami ngobrol-ngobrol biasa pada mulanya. Cerita macam-macam, diselingi tawa dan gurauan. Irvan sesekali nimbrung. Sekitar sepuluh menit sejak berangkat dari kantor, Tomi merapatkan duduknya. Sambil ngobrol, Tomi mulai menggerayangi aku, pahaku dielus-elus, jarinya nakal menekan-nekan belahan pepekku. Aku bilang, “Eeeh, jangan dong, Yang, gak enak sama Irvan….” Tapi Tomi tahu, aku tidak sungguh-sungguh menolak perlakuannya itu. Buktinya aku membiarkan jemarinya menelusup ke balik celana dalamku, bahkan pahaku mengangkang memberi jalan. Sesungguhnya aku hanya takut tidak dapat mengendalikan diri, padahal tempat dan situasi tidak terlalu kondusif untuk suatu persetubuhan.

Entah bagaimana, tahu-tahu Irvan berkata, “Santai aja, aku ngerti kok…” Aku melihat dia mengerling nakal kepadaku dari kaca spion. Nafsuku jadi semakin bangkit. Masabodo’ ah, pikirku. Maka, aku diam saja menikmati rabaan-rabaan Tomi pada selangkanganku.

“Ssssssshhhhh……, geli tau, Yang?!!” desisku sambil mengangkangkan kaki lebih lebar. Tomi jadi makin bersemangat. Celana dalamku diturunkannya cepat-cepat sembari menciumi batang pahaku.

“Buka blazer kamu, Sayaaang…!” katanya memberi instruksi, sementara dia sendiri sibuk membuka kait rok mini yang kukenakan. Aku benar-benar tidak peduli lagi pada Irvan, langsung saja kuturuti permintaan Tomi untuk membuka blazer.

“Buka semua deh, Yaaang…,” Tomi merayu sambil bergerak hendak menciumi kedua pahaku kembali. Rokku sudah dicampakkannya, sehingga bagian bawah tubuhku sudah telanjang. Aku tinggal mengenakan tanktop dan bh sekarang.

“Kamu gila, tau gak sih?!” aku mendesis menikmati jilatan lidah Tomi pada pahaku, lalu kuturuti permintaannya. Kubuka tanktop dengan agak tergesa. Ketika aku membuka bh, kulihat Irvan memperhatikan dari kaca spion. Cuek aja, ah, batinku dengan penuh nafsu.

Sambil menjilat-jilat pangkal pahaku, sebelah tangan Tomi mulai meremas-remas sepasang payudaraku yang telanjang. Aku mengerang. Tomi lalu mengangkangkan pahaku lebih lebar, lidahnya merayap menuju pepekku yang merekah basah. Aku mengerang lebih kuat ketika kurasakan ujung lidahnya menjilat-jilat belahan Pepekku. Selanjutnya aku semakin lupa diri. Tomi memang sudah hafal betul bagaimana membuat birahiku cepat bangkit. Pepekku dicumbu dan dilumatnya habis-habisan. Diobok-obok dengan jari, dihisap, dikenyot. Aku benar-benar tidak kuat menahan diri untuk menjerit-jerit.

“Sayaaang…, oooohhh…, yessss..!! Terus isep….oooouuwww!!! Ooohhh…., aduuh, gilaaa…, enak banget, Sayaaang…, aaahhh…, ooouuwwww… aaarrggghhh…, terus, Sayaaang…, aaahhh…, ooooookkkhhh…”

Aku membuka pahaku lebih lebar lagi sambil menekan-nekan kepala Tomi agar tambah masuk ke Pepekku yang terasa megap-megap keenakan. Aku benar-benar lupa diri, tak ada lagi rasa malu ataupun sungkan. Sempat kulirik Irvan, nampak mukanya agak tegang, namun itu justru menambah gairahku. Aku malah mengerang, merintih, dan menjerit semakin menjadi-jadi.

“Nikmaaat, oooh…, iseep teruusss…, oh, oh, oh, aaah, ooohhh…, teruuusss, isep itilku, kacangkuu…., yaaah, kenyot terus, Sayaaang…, yaaah.., kenyooot…, sedaaaap…”

Entah bagaimana, tiba-tiba ada hasrat aneh di dalam dadaku untuk membakar birahi Irvan yang aku tahu sudah tidak sepenuhnya berkonsentrasi ke jalan. Semakin kusadari betapa dia tertarik dengan apa yang tengah kulakukan bersama Tomi, semakin aku bernafsu untuk menggoda kelelakiannya.

Aku melihat Irvan agak menurunkan kaca spion, sehingga dia pasti bisa jelas melihat tubuhku di kaca itu. Rupanya sengaja dia mau menonton. Tahu begitu, birahiku semakin menggebu-gebu. Kuremas-remas sendiri kedua payudaraku yang telanjang sambil terus merintih dan mengerang. Kulihat Irvan ternganga, mulutnya membentuk ucapan “ugh”. Ingin rasanya aku meremas batang kontolnya yang aku tahu pasti sudah semakin tegang dan keras menyaksikan pertunjukan sex gratis dari kaca spion. Berpikir begitu, birahiku jadi semakin tinggi, apalagi Tomi terus mencumbui Pepekku. Rintihan-rintihan nikmat keluar begitu saja dari mulutku, liar tak terkendali.

“Ooooh, isep, Sayaaang…, terussss…, kerjain pepekku……Aduuuh, gilaaa…, sedap, nikmat, ah, uhhhh, pepekku basah banget…, lap dulu dong, Sayaaang…”

Kuangkat kepala Tomi dari selangkanganku. Tomi bangkit, tapi bukan untuk melap seperti permintaanku, melainkan justru membuka semua celananya, kontolnya telanjang, mengacung tegak, keras seperti tongkat kayu.

“Oooh.., aku isep kontolmu ya Sayang.., aku kenyot ya?”

Tomi melenguh ketika aku mengurut kontolnya yang keras menggairahkan, lalu katanya, “Aku nggak tahan, Sayang…, aku mau fuck kamu.., aku pengen ngentot disini!”

Sambil berkata begitu, tubuhku didorongnya agak kasar sampai aku rebahan di jok. Kunaikkan sebelah kakiku tinggi-tinggi ke sandaran jok, sementara yang sebelah lagi menjuntai ke bawah. Tomi semakin lupa diri menyaksikan posisiku yang mengangkang.

“Kita ngentot ya, Sayang?” bisiknya dengan suara agak serak sambil menciumi buah dadaku yang montok. “Aku masukin kontolku yaaa…., aku nggak tahan…, aku kangen sama pepek kamu…”

“Aaaakkhhh.., sedaaap…., yesss…, ooohhh, kontol kamu udah masuk, Sayaang… Yaaahhhh, teken terus sampe mentok.., teruuussss…”

Tomi mendorong batang kontolnya yang besar dan keras itu hingga terasa mentok di dasar Pepekku. Kuangkat pinggulku tinggi-tinggi, menyambut sodokan Tomi yang semakin kuat. Tomi mengenyoti puting susuku sembari menggecak-gecak kontolnya yang perkasa di liang Pepekku. Kami semakin lupa diri, sama sekali tidak peduli lagi pada Irvan.

“Uuuuuggghhh…, ooooohhhhh…, aaaarrrggghhhhh…,” kami teriak-teriak berbarengan, menyalurkan nikmat yang tak terkira.

“Sayaaang, entot aku, Yaaang…, ahhh, kontolmu sedaaap, ooohhh…, pepekku enak banget nih dientot kamu… Ohhh, kita fuck terus, Sayang, yaaahhh…, gesek terusss, tekeeeennn, goyang, puter, auh, entot terus pepekku, Sayaaang…., entot terussss..”

Aku terus menjerit-jerit, seperti biasa bila tengah didera nikmat bersetubuh. Entah berapa menit Tomi menghantam Pepekku dengan kontolnya yang perkasa, tahu-tahu kurasakan badanku agak panas dan semakin ringan. Goyanganku jadi semakin cepat, liar tak terkendali. Orgasmeku sudah dekat.

“Yaaang, aku mau keluaaaar…!” otomatis aku mengerang semakin kuat. “Keluaaaar!!! Aku mau keluaaar……!!! Oooooohh, fuck me terussss!! Entoootttt…., ngeweeeee… entoooot…, ngeweee aaaaaaarghhhh….”

Aku orgasme. Tubuhku serasa melayang tinggi sekali. Nikmat luar biasa.

“Oh my God, oh my God, ngentot nikmaaat, ngentot sedaaap, aku suka kontol kamu, Sayaaang…, aku suka ngentot sama kamu….. Oooooooookkkhhhh,” aku melolong sejadi-jadinya, sementara Tomi mengocok kontolnya semakin kuat dan cepat. Terasa batang kontolnya menghunjam-hunjam di dalam liang Pepekku yang telah banjir oleh cairan orgasme. Beberapa saat kemudian….,

“Oh, ah, oh, aku juga mau keluar…, enak banget, ahhh, enak ngentot sama kamu, ohhh, aku suka ngentotin kamu…, aku mau keluar, aku mau keluar, yah, oh, aaaahhh, uuuugghhh, aaaaaaarrrggghhh….”

Setelah itu yang terdengar hanya suara desah. Sejenak aku melupakan Irvan, sama sekali tak terpikirkan olehku bagaimana kira-kira reaksinya mengetahui ada orang bersetubuh di jok belakang, sementara dia sedang menyopir sendirian di depan. Tomi lebih-lebih tidak peduli. Dia asyik memeluk tubuh bugilku, sambil mengatur nafasnya yang memburu.

Agak lama kami membisu dalam sisa-sisa kenikmatan seperti itu, sampai tiba-tiba terdengar suara Irvan.

“Ehm, udah mau nyampe nih, rapi-rapi, deh!” katanya nenyadarkan aku dan Tomi. Kami bangun, merapikan pakaian masing-masing dengan agak tergesa. Sekilas aku lihat kaca spion sudah pada posisi semula.

“Sorry ya, coy, kita lupa diri,” kata Tomi basa-basi. Aku pura-pura tidak memperhatikan, sibuk mengenakan kembali celana dalamku, tapi sesungguhnya aku melirik pada Irvan yang mesem-mesem penuh arti.

Sementara berpakaian, aku pikir lebih baik aku tidak mengenakan bh lagi. Kancing tanktop kembali kubiarkan terbuka 2 buah. Gila memang, saat itu di otakku sudah terbayang bagaimana indahnya sebentar lagi aku tinggal berdua saja dengan cowok seganteng Irvan.

Ketika tiba di bandara, Tomi meminta Irvan untuk langsung saja mengantarkan aku pulang. Katanya, “Kamu tidur aja di jok belakang, nanti dibangunin Irvan kalo udah sampe rumah.” Dia lalu menerangkan alamat rumahku kepada Irvan.

Begitu mobil berangkat meninggalkan bandara, aku langsung pindah ke jok depan.

“Biarin aja di belakang, kan kamu mau tidur?!” Irvan berbasa-basi. Aku tersenyum sambil merapikan posisi dudukku. Kuturun-turunkan rok mini yang kukenakan guna menutup paha mulusku yang tersingkap, tapi sebenarnya gerakan itu justru kusengaja untuk memancing perhatian Irvan. Kulihat matanya mengerling pada pahaku, berarti pancinganku mengena.

“Mas, tadi sorry ya, kamu jadi gak konsen ke jalan,” kataku kemudian. “Si Tomi emang suka gila, kadang-kadang…, gak bisa nahan kalo lagi pengen…”

Beberapa saat Irvan tidak menjawab, lalu tiba-tiba dia berkata dengan suara yang agak tercekat. Nampaknya dia masih sangat dipengaruhi birahi. “Mbak tau gak, aku baru kali ini lihat orang ML langsung dengan mata kepalaku sendiri.” “Aku juga baru sekali ini ditonton begitu, Mas! Tau gak sih, sebenernya aku malu banget…, tapi gimana dong?! Sex emang gitu kan, kadang-kadang bikin kita lupa diri…!” “Iya sih, gak apa-apa kok, aku ngerti…, tapi bukannya tadi mbak tambah bergairah karena tau aku ‘ngintip? Bukannya mbak malah sengaja manas-manasin aku?”

Duh, malu banget…. “Kok tau sih?” akhirnya kucetuskan saja keherananku. Kepalang basah, aku bertanya begitu sambil mencubit mesra lengan Irvan. Dia tersenyum sambil terus memandang ke arah jalan.

“Jangan manggil ‘mbak’ ah, gak enak…,” kataku kemudian sambil menatap wajah Irvan dari samping. Keren banget, batinku. “Kamu juga jangan panggil ‘mas’ dong yaaa…,” jawab Irvan, sambil meletakkan tangan kirinya di atas pahaku. Aku langsung terdiam seribu basa, jantungku kontan bergemuruh. Nekad juga nih orang, pikirku. Sekilas Irvan mengerling ke arahku, lalu perlahan telapak tangannya mulai bergerak-gerak mengusapi paha mulusku yang tersingkap. Kurang ajar, tapi aku suka sekali.

Otomatis laju mobil kami jadi perlahan. Irvan mengambil lajur paling kiri supaya tidak mengganggu perjalanan mobil lain, mengingat kami masih berada di jalan tol.

Aku pura-pura tidak terpengaruh pada rabaan-rabaan Irvan, hanya saja mulutku seperti terkunci. Bulu-bulu romaku terasa meremang. Gila, baru diraba paha, birahiku sudah amat terangsang. Cowok ini pasti lihai, batinku penuh harap. Pahaku sesekali diremasnya dengan lembut, lalu tangannya merayap semakin naik. Karena tidak tahan, tahu-tahu kucubit lengannya. Dia tersenyum sedikit.

“Masih enak?” tanyanya setengah berbisik.

Aku tidak menjawab, tapi kepalaku mengangguk-angguk cepat. Irvan makin bersemangat, tangannya meraba pahaku kian tinggi, menelusup ke balik rok. Aku menggigit bibir seraya menggeser dudukku lebih mendekat.

Lalu terasa jari-jarinya telah menyentuh selangkanganku. Darahku kian berdesir-desir. Nafsu sex-ku memang besar, birahiku cepat sekali naik, padahal tadi aku baru saja mencapai orgasme yang luar biasa bersama Tomi.

“Kamu bisa konsen?” tanyaku, suaraku mulai parau karena birahiku mulai tinggi. Irvan tidak menjawab, malah menelusupkan jarinya ke Pepekku. Otomatis pinggulku terangkat dan kedua pahaku merenggang. Terasa jari-jari Irvan menggesek-gesek lembut belahan Pepekku. Nikmat sekali.

“Masih enak ya?” bisik Irvan bersemangat, mungkin dia tahu aku demikian terangsang. “Bangeeettt…,” jawabku tanpa malu-malu lagi. Mulutku mulai mengeluarkan desis-desis kenikmatan. “Sssshhhhh…., aaaahhhh…, enak bangeeettt…. Kamu pinter…!!”

Sandaran jok kurebahkan sedikit supaya posisiku lebih nyaman. Cepat kuturunkan celana dalamku, kubuka sekalian, lalu aku duduk mengangkang. Sementara itu, tangan Irvan tak sedetikpun lepas dari selangkanganku.

Jari tengahnya terasa menyusup, menggelitik-gelitik clitorisku yang sudah sangat basah. Sesekali diremasnya gundukan Pepekku. Jari-jarinya bergerak lembut namun amat terampil. Nikmatnya tak terkatakan.

“Sssshhhh….., aaarrrgghhhh….., ssshhhh…., aaaaaarrrggghhhh…..,” aku terus mendesis-desis keenakan. Jari tengah Irvan mulai mengocok-ngocok, bergerak cepat maju-mundur di liang Pepekku yang licin oleh lendir. Dudukku jadi semakin melonjor dan mengangkang. Irvan memasukkan lagi satu jarinya, lalu masuk lagi yang ketiga tak lama kemudian. Aku mulai menjerit-jerit, nikmat sekali diobok-obok dengan tiga jari.

Aku mulai lupa diri akibat diamuk birahi. Seperti biasa, mulutku terus mendesis, mengerang, merintih, mengeluarkan kata-kata nikmat penuh nafsu. Karena semakin tidak tahan, tanganku begitu saja meraba selangkangan Irvan. Gila, tonjolannya besar sekali! Aku jadi semakin bernafsu. Cepat kutarik ritsleting celananya, dia membantu membuka gesper lalu mengeluarkan batang kontolnya.

“Aauwww! Punya kamu gede bangetttt…..” Irvan tampak blingsatan mendengar komentar spontanku. Sungguh aku tidak bohong, kontolnya memang luar biasa besar dan panjang. Aku tidak tahan, batang kontolnya kuremas-remas dengan gemas.

“Gedean mana sama Tomi?” tanya Irvan kemudian, sementara aku asyik mengelus-elus batang kontolnya yang menjadi semakin keras. “Dia gede, tapi kamu super gede!” Irvan tertawa mendengar jawabanku. “Isep ya?” tanyaku. Irvan mengangguk-angguk. Joknya lebih dimundurkan sedikit supaya memudahkan aku melakukan blow job.

Aku cengkeram penuh batang kontol Irvan, aku jilat ujungnya yang ternvata sudah keluar cairan bening. Kuangkat kepalaku sejenak sambil menatap Irvan yang harus membagi konsentrasinya ke jalan. “Kamu masih bisa nyetir kan? Hati-hati nabrak lho ya….”

Irvan tidak menjawab. Tangan kirinya menyusup, meremas buah dadaku yang terasa keras memuai akibat birahi. Aku jadi semakin tidak peduli apapun lagi, kumasukkan kepala kontol Irvan ke dalam mulutku. Aku hisap perlahan. Batang kontol itu berdenyut sedikit, membuat aku tambah bernafsu. Aku hisap lebih kuat ujungnya, lalu aku masukkan semua ke mulut sambil aku putar-putar. Irvan mulai merintih-rintih keenakan.

“Oooh…., ssshhh…, gilaaa.., sedap isepan kamu, aaarggh…, kenyot terus, Sayaaang…, yaaahhhh”

Aku kocok terus kontolnya, kadang pelan, lalu cepat, lalu kupelankan lagi, lalu cepat lagi, pelan lagi, cepat lagi. Begitu terus sambil aku hisap-hisap. Biji pelirnya aku usap-usap. Dia lebih mengangkang. Aku mengerti, kuturunkan mulutku, kukenyot-kenyot buah zakarnya.

“Aaah…, sssssshhhh…, uugh, enak bangeeet,” Irvan mengerang-erang sambil meremasi buah dada montokku.

“Aku gak tahan,” katanya lagi. “Aku mau ngewek sama kamu, mau ngentot sama pepek kamu….” Nafasnya ngos-ngosan, tangannya kembali merogoh-rogoh Pepekku.

“Iya, Sayang, aku juga pengen banget dientot kontol kamu,” aku menjawab dengan nafas yang tak kalah ngos-ngosan, sambil menciumi dan menjilat-jilat kepala kontol Irvan yang merah mengkilat.

“Aaah…, yuk, di mana ya?” “Mampir hotel aja…, cari yang deket-deket sini…”

Selanjutnya aku kembali sibuk menghisapi kontol Irvan, sementara dia setengah ngebut menuju arah Ancol. Tidak terlalu lama, kami tiba di sebuah hotel kecil yang cukup nyaman dan bersih. Begitu sampai di muka lobby, aku langsung turun, check in, lalu bergegas masuk kamar, sementara Irvan memarkirkan mobil.

Di kamar aku langsung membuka tanktop, dan melemparnya begitu saja di lantai. Lalu aku masuk kamar mandi untuk buang air kecil. Kubuka rokku, kugantung di pintu kamar mandi. Kini aku telanjang bulat karena celana dalam sudah kutanggalkan sejak di dalam mobil.

Keluar dari kamar mandi, Irvan persis masuk kamar. Matanya terbeliak melihat tubuh sintalku yang tidak berpenutup sehelai benangpun. “Body kamu bagus banget,” dia memuji sembari mengecup putting susuku yang sudah mengeras sedari tadi. Tubuhku disandarkannya di tembok depan kamar mandi. Lalu diciuminya sekujur tubuhku, mulai dari pipi, kedua telinga, leher, hingga ke dadaku. Sepasang payudara montokku habis diremas-remas dan diciumi. Putingku setengah digigit-gigit, digelitik-gelitik dengan ujung lidah, juga dikenyot-kenyot dengan sangat bernafsu.

“Toket kamu fantastis,” desisnya. “Aku udah nafsu kepingin ngenyot ini sejak aku liat dari kaca spion….” “Aku tau,” jawabku sembari meremas tonjolan kontolnya. Dengan bergegas, kutarik ritslitingnya, lalu kuloloskan celana hingga celana dalamnya. Mengerti kemauanku, dia lalu duduk di pinggir ranjang dengan kedua kaki mengangkang. Dibukanya sendiri kemejanya, sementara aku berlutut meraih batang kontolnya, sehingga kini kami sama-sama bugil.

Agak lama aku mencumbu kontolnya, Irvan minta gantian, dia ingin mengerjai Pepekku. Tapi kataku, “Masukin aja yuk, aku udah pengen ngerasain kontol kamu!” Irvan tersenyum lebar. “Udah gak sabar ya?” godanya. “Iya, pengen dientot, kontolmu pasti enak…, gede, montok…!”

Irvan menarik tubuhku. Kami berpelukan, berciuman rapat sekali, berguling-guling di atas ranjang. Ternyata Irvan pintar sekali bercumbu. Birahiku naik semakin tinggi dalam waktu yang sangat singkat. Terasa Pepekku semakin berdenyut-denyut, lendirku kian membanjir, tidak sabar menanti terobosan batang kontol Irvan yang super besar.

Berbeda dengan Tomi, Irvan nampaknya lebih sabar. Dia tidak segera memasukkan batang kontolnya, melainkan terus menciumi sekujur tubuhku. Terakhir dia membalikkan tubuhku hingga menelungkup, lalu diciuminya kedua pahaku bagian belakang, naik ke bongkahan pantatku, terus naik lagi hingga ke tengkuk. Birahiku menggelegak-gelegak.

“Udah, Sayaaaang…..,” rengekku memohon. “Please…., masukiiiinnn…”

Irvan menyelipkan tangan kirinya ke bawah tubuhku, tubuh kami berimpitan dengan posisi aku membelakangi Irvan, lalu diremas-remasnya buah dadaku. Lidahnya terus menjilat-jilat tengkuk, telinga, dan sesekali pipiku. Sementara itu tangan kanannya mengusap-usap Pepekku dari belakang. Terasa jari tengahnya menyusup lembut ke dalam liang Pepekku yang basah merekah.

“pepek kamu bagus, tebel, pasti enak ngentot sama kamu….,” dia berbisik persis di telingaku. Suaranya sudah sangat parau, pertanda birahinya pun sama tingginya dengan aku. Aku tidak bisa bereaksi apapun lagi. Kubiarkan saja apapun yang dilakukan Irvan, hingga terasa tangan kanannya bergerak mengangkat sebelah pahaku.

Mataku terpejam rapat, seakan tak dapat lagi membuka. Terasa nafas Irvan semakin memburu, sementara ujung lidahnya menggelitiki lubang telingaku. Tangan kirinya menggenggam dan meremas gemas buah dadaku, sementara yang kanan mengangkat sebelah pahaku semakin tinggi. Lalu…, terasa sebuah benda tumpul menyeruak masuk ke liang Pepekku dari arah belakang. Oh, my God, dia telah memasukkan rudalnya….!!!

Sejenak aku tidak dapat bereaksi sama sekali, melainkan hanya menggigit bibir kuat-kuat. Kunikmati inci demi inci batang kontol Irvan memasuki liang Pepekku. Terasa penuh, nikmat luar biasa.

“Oooooohhhhh….,” sesaat kemudian aku mulai bereaksi tak karuan. Tubuhku langsung menggerinjal-gerinjal, sementara Irvan mulai memajumundurkan tongkat wasiatnya. Mulutku mulai merintih-rintih tak terkendali.

“Tuh kan, kontolmu enaaaak …!!!,” kataku setengah menjerit.

Irvan tidak menjawab, melainkan terus memajumundurkan rudalnya. Gerakannya cepat dan kuat, bahkan cenderung kasar. Tentu saja aku semakin menjerit-jerit dibuatnya. Batang kontolnya yang super besar itu seperti hendak membongkar liang Pepekku sampai ke dasar.

“Ooooohhhh…., tolooooonggg.., gustiiii…!!!” Irvan malah semakin bersemangat mendengar jerit dan rintihanku. Aku semakin erotis. “Aaaahhhh, kontolmuuu…, ooooohh, aaaarrrghhh…, kontollmuuu…, ooohhhh…!!!”

Irvan terus menggecak-gecak. Tenaganya kuat sekali, apalagi dengan batang kontol yang luar biasa keras dan kaku. Walaupun kami bersetubuh dengan posisi menyamping, nampaknya Irvan sama sekali tidak kesulitan menyodokkan batang kontolnya pada Pepekku. Orgasmeku cepat sekali terasa akan meledak.

“Aku mau keluar! Aku mau keluaaar!!” aku menjerit-jerit. “Yah, yah, yah, aku juga, aku juga! Enak banget ngentot sama kamu!” Irvan menyodok-nyodok semakin kencang. “Sodok terus, Sayaaang!!!” “Yah, ooohhh, yaaahhh, uuuuggghhh!!!” “Teruuuuussss….., aaarrggghh…., sssshhhh…., ohhh…, sodok terus kontolmuuuu…!” “Oh, ah, uuugghhh…” “Enaaak…., kontol kamu enak, kontol kamu sedap, yahhh, teruuuusssss…, entot aku terus, Sayaaang…, sodok terusssss…., entooootttt…., yaaaahhhhhh…..!!!” “Oooorrrgghhh…., yaaahhhh…., uuuugggghhhh… sssshhhh…, aaarrggghhh…”

Pada detik-detik terakhir, tangan kananku meraih pantat Irvan, kuremas bongkahan pantatnya, sementara paha kananku mengangkat lurus tinggi-tinggi. Terasa Pepekku berdenyut-denyut kencang sekali. Aku orgasme!

Sesaat aku seperti melayang, tidak ingat apa-apa kecuali nikmat yang tidak terkatakan. Irvan mengecup-ngecup pipi serta daun telingaku. Sejenak dia membiarkan aku mengatur nafas, sebelum kemudian dia memintaku menungging. Aku baru sadar bahwa ternyata dia belum mencapai orgasme.

Kuturuti permintaan Irvan. Dengan agak lunglai akibat orgasme yang luar biasa, kuatur posisi tubuhku hingga menungging. Irvan mengikuti gerakanku, batang kontolnya yang besar dan panjang itu tetap menancap dalam Pepekku.

Lalu perlahan terasa dia mulai mengayun pinggulnya. Ternyata dia luar biasa sabar. Dia memajumundurkan gerak pinggulnya satu-dua secara teratur, seakan-akan kami baru saja memulai permainan, padahal tentu perjalanan birahinya sudah cukup tinggi tadi.

Aku menikmati gerakan maju-mundur kontol Irvan dengan diam. Kepalaku tertunduk, kuatur kembali nafasku. Tidak berapa lama, Pepekku mulai terasa enak kembali. Kuangkat kepalaku, menoleh ke belakang. Irvan segera menunduk, dikecupnya pipiku.

“Kamu hebat banget,” kataku terus terang. “Kukira tadi kamu udah hampir keluar!” “Emangnya kamu suka kalo aku cepet keluar?”

Aku tersenyum, kupalingkan mukaku lebih ke belakang. Irvan mengerti, diciumnya bibirku. Lalu dia menggenjot lebih cepat. Dia seperti mengetahui bahwa aku mulai keenakan lagi. Maka kugoyang-goyang pinggulku perlahan, ke kiri dan ke kanan.

Irvan melenguh. Diremasnya kedua bongkah pantatku, lalu gerakannya jadi lebih kuat dan cepat. Batang kontolnya yang luar biasa keras menghunjam-hunjam Pepekku. Aku mulai mengerang-erang lagi.

“Oooorrrgghhhh….., aaahhhhh….., ennaaak….., kontolmu enak bangeeeettt…!!”

Ivan tidak bersuara, melainkan menggecak-gecak semakin kuat. Tubuhku sampai terguncang-guncang. Aku menjerit-jerit. Cepat sekali, birahiku merambat naik semakin tinggi. Kurasakan Irvan pun kali ini segera akan mencapai klimaks. Maka kuimbangi gerakannya dengan menggoyangkan pinggulku cepat-cepat. Kuputar-putar pantatku, sesekali kumajumundurkan berlawanan dengan gerakan Irvan. Cowok itu mulai mengerang-erang pertanda dia pun segera akan orgasme.

Tiba-tiba Irvan menyuruhku berbalik. Dicabutnya kontolnya dari Pepekku. Aku berbalik cepat. Lalu kukangkangkan kedua kakiku dengan setengah mengangkatnya. Irvan langsung menyodokkan kedua dengkulnya hingga merapat pada pahaku. Kedua kakiku menekuk mengangkang. Irvan memegang kedua kakiku di bawah lutut, lalu batang kontolnya yang keras menghunjam mulut Pepekku yang menganga.

“Aaaaarrgghhh…!!!” aku menjerit. “Aku hampir keluar!” Irvan bergumam. Gerakannya langsung cepat dan kuat. Aku tidak bisa bergoyang dalam posisi seperti itu, maka aku pasrah saja, menikmati gecakan-gecakan keras batang kemaluan Irvan. Kedua tanganku mencengkeram sprei kuat-kuat.

“Terus, Sayang…, teruuuusss…!” desahku. “Ooohhh, enak sekali…., aku keenakan…, enak ngentot sama kamu!” “Aku juga, aku juga, pepekku keenakaaaan….!” “Aku udah hampir keluar, Sayaaang…., pepek kamu enak bangeeeet….” “Aku juga mau keluar lagi, tahan dulu! Terussss…., yaaah, aku juga mau keluaaarrr!” “Ah, oh, uughhh, aku gak tahan, aku gak tahan, aku mau keluaaar….!” “Yaaaahhh teruuuussss, sodok terussss!!! Aku enak, aku enak, Sayaaang…, aku mau keluar, aku mau keluar, pepekku keenakan, aku keenakan ngentot sama kamu…., yaaahhhh…, teruuusss…, aaarrgghhh…., ssshhhhhh…, uuugghhh…, aaaaaarrrghhh!!!!”

Tubuhku mengejang sesaat sementara otot Pepekku terasa berdenyut-denyut kencang. Aku menjerit panjang, tak kuasa menahan nikmatnya orgasme. Pada saat bersamaan, Irvan menekan kuat-kuat, menghunjamkan batang kemaluannya dalam-dalam di liang Pepekku.

“Ooooooohhhhh….!!!” dia pun menjerit, sementara terasa kemaluannya menyembur-nyemburkan cairan mani di dalam Pepekku. Nikmatnya tak terkatakan, indah sekali mencapai orgasme dalam waktu persis bersamaan seperti itu.

Lalu tubuh kami sama-sama melunglai, tetapi kemaluan kami masih terus bertautan. Irvan memelukku mesra sekali. Sejenak kami sama-sama sibuk mengatur nafas.

“Enak banget,” bisik Irvan beberapa saat kemudian. “Hmmmmm….” Aku menggeliat manja. Terasa batang kemaluan Irvan bergerak-gerak di dalam Pepekku. “pepek kamu enak banget, bisa nyedot-nyedot gitu…” “Apalagi kontol kamu…, gede, keras, dalemmm…” “Kamu ngantuk gak? Kita nginep di sini aja yuk…!” “Kalo tidur sih mendingan di rumah masing-masing aja!” “Justru itu, aku mau kita ngentot sampe pagi…!”

Berkata begitu, Irvan bergerak menciumi aku lagi. Kali ini diangkatnya tangan kananku, lalu kepalanya menyusup mencium ketiakku. Aku mengikik kegelian. Irvan menjilati keringat yang membasahi ketiakku. Geli, tapi enak. Apalagi kemudian lidahnya terus menjulur-julur menjilati buah dadaku.

Irvan lalu menetek seperti bayi. Aku mengikik lagi. Putingku dihisap, dijilat, digigit-gigit kecil. Kujambaki rambut Irvan karena kelakuannya itu membuat birahiku mulai menyentak-nyentak lagi. Irvan mengangkat wajahnya sedikit, tersenyum tipis, lalu berkata,

“Aku bisa gak puas-puas ngentot sama kamu…. Kamu juga suka kan?”

Aku tersenyum saja, dan itu sudah cukup bagi Irvan sebagai jawaban. Alhasil, malam itu kami bersetubuh tiga kali, dengan entah berapa kali mencapai orgasme. Yang jelas, keesokan paginya tubuhku benar-benar lunglai, lemas tak bertenaga. Hampir tidak tidur sama sekali, sekitar pukul 6 Irvan mengantarku pulang, lalu ke kantor. Di kantor rasanya aku kuyu sekali. Teman-teman banyak yang mengira aku sakit, padahal aku justru sedang happy, sehabis bersetubuh sepanjang malam dengan dua sahabat yang perkasa.


»» Baca selengkapnya.....