Dengan Ibu Mertua

Aku seorang laki-laki biasa, hobiku berolah raga, tinggi tubuhku 178 cm
dengan bobot tubuh 78 kg. Aku mempunyai fisik yang ideal untuk seorang
pria, tinggi, tegap, padat dan atletis. Tidak heran kalau banyak wanita
yang menggoda dan mengajakku tidur karena sex appeal-ku ini. Empat tahun
yang lalu saya menikah dan menetap di rumah mertuaku. Hari-hari berlalu
kami lewati tanpa adanya halangan walaupun sampai saat ini kami memang
belum dianugerahi seorang anak pendamping hidup kita berdua. Kehidupan
berkeluarga kami sangat baik, tanpa kekurangan apapun baik itu sifatnya
materi maupun kehidupan seks kami. Tetapi memang nasib keluarga kami
yang masih belum diberikan seorang momongan.

Di rumah itu kami tinggal bertiga, aku dengan istriku dan Ibu dari
istriku. Sering aku pulang lebih dulu dari istriku, karena aku pulang
naik kereta sedangkan istriku pulang naik kendaraan umum. Jadi sering
pula aku berdua di rumah dengan mertuaku sampai dengan istriku pulang.
Mertuaku berumur sekitar kurang lebih 45 tahun, tetapi dia mampu merawat
tubuhnya dengan baik, aktif dengan kegiatan sosial dan rutin berolahraga
bersama teman-temannya yang lain. Sering kulihat Ibu mertuaku pakai baju
tidur tipis dan tanpa BH. Melihat bentuk tubuhnya yang masih lumayan
dengan kulitnya yang putih, sering membuatku seperti kehilangan akal sehat.

Pernah suatu hari selesai Ibu mertua mandi, telepon berdering. Lalu dia
pun keluar dari kamar mandi dengan hanya menggunakan sehelai handuk yang
dililitkan ke tubuhnya. Aku yang sedang berolahraga angkat beban di
luar, juga bermaksud mengangkatnya. Sesampainya aku di dekat telepon,
ternyata kulihat Ibu mertuaku sudah mengangkatnya. Saat itulah aku
melihat pemandangan yang menggiurkan. Dari belakang kulihat bentuk
pangkal pahanya sampai ke bawah kakinya yang begitu bersih tanpa ada
bekas goresan sedikitpun. Aku tertegun dan menelan ludah, terangsang
melihat kaki Ibu mertuaku. Dalam hati berpikir "Kok, sudah tua begini
masih mulus aja ya..?"

Aku terhentak dari lamunanku begitu Ibu mertuaku menaruh gagang telepon.
Lalu aku bergegas kembali ke luar, meneruskan olahragaku yang tertunda.
Beberapa menit setelahnya aku hentikan olahragaku, masuk ke kamar, ambil
handuk dan mandi. Saat aku hendak ke kamar mandi, kembali aku melihat
pemandangan yang menggairahkan. Melalui celah pintu kamarnya yang tak
tertutup, kuintip ke dalam, kulihat bagian belakang Ibu mertuaku yang
bugil karena handuknya sudah dilepas dari tubuhnya. Serta merta burungku
mulai bangkit, dan gairahku memuncak. Segera kutenangkan pikiranku yang
mulai kotor karena pemandangan itu.

Selesai mandi aku membuat kopi dan langsung duduk di depan TV nonton
acara yang lumayan untuk ditonton. Tidak lama Ibu mertuaku menyusul
ikutan nonton sambil mengobrol denganku.

"Bagaimana kerjaanmu, baik-baik saja?" tanya Ibu mertuaku.

"Baik, Bu. Lho Ibu sendiri gimana?" tanyaku kembali. Kami mengobrol
sampai istriku datang dan ikut bergabung mengobrol dengan kami berdua.
Besok malamnya, sekitar jam 11.30 malam aku keluar kamar untuk minum.
Kulihat TV di ruang keluarga masih menyala. Saat itu terlihat Ibu
mertuaku ternyata sudah tertidur di depan TV. Ketika aku hendak
mematikan televisi, tidak sengaja aku melihat ke arah rok Ibu mertuaku.
Rok Ibu mertuaku tersibak sampai celana dalamnya kelihatan sedikit.
Kulihat kakinya masih begitu mulus, iseng kuintip roknya dan terlihatlah
gumpalan daging kemaluan yang ditutupi celana dalamnya. Ingin sekali
rasanya kupegang dan kuremas gumpalan daging memek Ibu mertuaku itu,
tetapi buru-buru aku ke dapur ambil minum lalu membawa ke kamar. Sebelum
masuk kamar sambil berjalan pelan kulirik Ibu mertuaku sekali lagi dan
burungku langsung ikut bereaksi pelan.

Aku masuk kamar dan coba mengusir pikiranku yang mulai kerasukan ini.
Esoknya aku telat bangun, dan kulihat istriku sudah tidak ada. Langsung
aku bergegas ke kamar mandi. Selesai mandi sambil mengeringkan rambut
yang basah, aku berjalan pelan dan tanpa sengaja kulihat Ibu mertuaku
berganti baju di kamarnya tanpa menutup pintu kamar. Aku kembali
tertegun dan terangsang menatap keseluruhan bentuk tubuh Ibu mertuaku.
Cuma sebentar aku masuk kamar, berganti pakaian kerja dan segera berangkat.

Hari ini aku pulang cepat, di kantorpun tidak ada lagi kerjaan yang aku
harus kerjakan. Saat pulang aku tidak melihat Ibu mertuaku, tampaknya
dia berada di kamarnya karena pintunya tertutup. Sampai di rumah aku
langsung berganti pakaian dengan kaus olahraga, dan mulai melakukan
olahraga rutin yang biasa aku lakukan tiap pulang kerja. Sedang
asyik-asyiknya aku melatih otot-otot dada dan lenganku, tiba-tiba
kudengar suara teriakan. Itu adalah suara teriakan Ibu mertuaku.
Kusudahi latihanku, dan aku segera bergegas menuju suara teriakan yang
berasal dari kamar Ibu mertuaku. Langsung tanpa pikir panjang kubuka
pintu kamar. Kulihat Ibu mertuaku berdiri di atas kasur sambil teriak

"Awas tikusnya keluar..!" tandas Ibu mertuaku.

"Tikus? Ada tikus di sini Bu?" tanyaku menegaskan.

"Iya...ada tikus, tolong carikan!" katanya panik.

Aku pun mulai mencari tikus itu.

"Lho.. kok pintunya di buka terus? Nanti tikusnya susah ditangkap!"
tandas Ibu mertuaku.

Sambil kututup pintu kamar, kubilang "Mana.. mana tikusnya..?"

"Coba kamu lihat di bawah kasur atau di sudut sana.." kata Ibu mertuaku
sambil menunjuk meja riasnya. Kuangkat seprei kasur dekat meja rias.
Memang ada seekor tikus kecil di situ yang tiba-tiba mencuit dan
melompat ke arahku. Aku kaget dan spontan lompat ke atas kasur.

Ibu mertuaku tertawa kecil melihat tingkahku dan mengatakan "Kamu takut
juga ya?" Sambil menggerutu pelan kembali kucari tikus kecil itu,
sesekali mataku nakal melirik ke arah kaki Ibu mertuaku yang roknya
terangkat itu.

Saat sedang mencari tikus itu, tiba-tiba Ibu mertuaku kembali teriak dan
melompat ke arahku, ternyata tikusnya ada di atas kasur. Ibu mertuaku
mendekapku dari belakang, entah disengaja atau tidak, namun kurasakan
payudaranya menempel di punggungku, terasa hangat dan kenyal-kenyal.
Kuambil kertas dan kutangkap tikus yang sudah mulai kecapaian itu terus
kubuang keluar.

"Udah dibuang keluar belum?" jelas Ibu mertuaku.

"Udah, Bu." Jawabku dari luar kamar.

"Kamu periksa lagi, mungkin masih ada yang lain... soalnya Ibu dengar
suara tikusnya ada dua" tegas Ibu mertuaku.

"Walah, tikus maen pake ajak temen segala!" gumamku.

Aku kembali masuk ke kamar dan mengendus-endus di mana temennya itu
tikus seperti yang dibilang Ibu mertuaku. Ibu mertuaku duduk di atas
kasur sedangkan aku sibuk mencari. Begitu aku mencari di bawah kasur
sepertinya tanganku ada yang meraba-raba di atas kasur. Aku kaget dan
kusentakkan tanganku, ternyata tangan Ibu mertuaku yang merabanya. Aku
pikir temennya tikus tadi. Ibu mertuaku tersenyum penuh misteri dan
kembali meraba tanganku. Aku memandang aneh kejadian itu, tetapi
kubiarkan dia merabanya terus.

"Gak ada tikus lagi, Bu..!" kataku setelah berkali-kali mencari. Tidak
ada sahutan. Lalu tanpa berkata apa pun Ibu mertuaku beranjak dari kasur
dan langsung memelukku. Aku kaget dan mulai panas dingin. Dalam hati aku
berkata "Kenapa nih orang?"

Rambutku dibelai, diusap seperti usapan seorang ibu pada anaknya.
Dipeluknya aku erat-erat seperti takut kehilangan.

"Ibu kenapa?" tanyaku.

"Ah.. nggak! Ibu cuma mau membelai kamu" jawabnya sambil tersenyum genit.

"Udah ya.. Bu, belai-belainya..!" kataku.

"Kenapa, kamu nggak suka dibelai sama Ibu" rajuk Ibu mertuaku.

"Bukan nggak suka, Bu. Cumakan..." alasanku lagi.

"Cuma apa... ayo.. cuma apa..!?" potong Ibu mertuaku. Aku diam saja,
dalam hati biar sajalah tidak ada ruginya kok dibelai sama dia. Siapa
juga lelaki yang tidak mau diraba dan diusap-usap sama wanita seksi
seperti dia?

Sambil membelaiku, kulihat pancaran birahi tersiar dari matanya. Aku
merasa maklum, dengan kaos olahraga tipis yang melekat di tubuhku,
tampilan otot-otot kekar di baliknya pasti terlihat dengan jelas. Hal
itu ditopang dengan keringatku yang membekas di kaos itu. Pasti terlihat
sangat menggairahkan bagi wanita mana saja yang melihatnya. Kuperhatikan
Ibu mertuaku masih terus membelaiku. Belaiannya lalu berpindah, dari
rambut terus turun ke leher sambil diciumnya perlahan. Aku merinding
menahan geli, sementara tangan halusnya bergerilya menyusuri tubuhku.
Kaos olahragaku diangkat dan dibukanya, bukit dadaku diusap dengan
sesekali digigiti. Pentil dadaku dipegang, diusap dan dicium. Kudengar
nafas Ibu mertuaku semakin tidak beraturan. Dituntunnya aku ke atas
ranjang, mulailah pikiranku melanglang buana. Dalam hati aku berpikir
"Jangan-jangan Ibu mertuaku lagi kesepian dan minta disayang-sayang ama
laki-laki".

Aku bersikap pasif, tidak membalas tindakan mesra Ibu mertuaku itu. Aku
berbaring di atas ranjang dengan posisi terlentang. Ibu mertuaku masih
terus mengusap-usap dadaku yang lalu turun ke bagian perutku. Dicium,
dijilati, dan terus dielusnya dada dan perutku. Aku menggelinjang geli
dan berkata pelan berkata "Bu, sudah ya..."

Dia diam saja, sementara tangan kanannya mulai masuk ke dalam celanaku.
Aku mengeluh pelan. Kurasakan tangan kanannya meraba-raba dan sedikit
meremas-remas burungku dari luar celana dalamku. Merasakan hal itu,
burungku pun mulai mengeras dan membesar. Sambil terus meremas dan
meraba burungku yang sudah tegang, tangan kirinya berusaha untuk
menurunkan celana pendekku. Aku pun beringsut membantunya untuk
menurunkan celana pendekku. Tidak lama celanaku sudah lepas berikut
celana dalamku.

Burungku pun sudah berdiri kencang, terus memanjang dan membesar seiring
dengan rabaan dan remasan tangan Ibu mertuaku di batangnya.

"Besar sekali burungmu, Do, panjang pula...!" puji Ibu mertuaku sambil
menoleh kepadaku dan tersenyum mesum. Mulut Ibu mertuaku pun mulai
beraksi di burungku. Kepala burungku diciumnya, sambil tangan kirinya
memijit bijiku. Aku mengeluh, mengerang, dan mendesis nikmat, merasakan
gerakan erotis yang dibuat Ibu mertuaku.

"Ah, ah.. hhmmh... teruss.." itu saja yang keluar dari mulutku. Ibu
mertuaku terus melanjutkan permainan birahinya dengan mengulum burungku.
Aku benar-benar terbuai dengan kelembutan yang diberikan Ibu mertuaku
kepadaku. Kupegang kepala Ibu mertuaku yang bergerak naik turun.
Bibirnya benar-benar lembut, gerakan kulumannya begitu pelan dan
teratur. Aku merasa seperti disayang, dicintai dengan gerakan mesra Ibu
mertuaku.

Setelah dikulum sekitar 15 menit lebih, aku mulai tidak tahan. "Ah, Bu..
aku nggak tahan lagi Bu.." erang nikmatku.

"Hhmm.. mmh, heh.." suara Ibu mertuaku menjawabku. Gerakan kepala Ibu
mertuaku masih pelan dan teratur. Aku semakin menggelinjang dibuatnya.
Tubuhku menekuk, meliuk dan bergetar-getar menahan gejolak yang tak
tahan kurasakan. Tak lama tubuhku mengejang keras. Kurasakan nikmat yang
luar biasa, seiring dengan menyemburnya spermaku ke mulut Ibu mertuaku.

"Aggghhh...oohhh...akkuuu keeluuaarrr...Buu..."
"Crroootttt... cccrrrroootttt... ccrrrooottttt..."

Kulihat Ibu mertuaku masih bergerak pelan, bibirnya masih menelan kepala
burungku dengan kedua tangannya yang berlepotan sperma, memegang batang
burungku. Dia melihatku dengan tatapan sayunya dan kemudian kembali
menciumi burungku, geli yang kurasakan sampai ke ubun-ubun kepala.

"Banyak banget kamu keluarnya, Do..!" tandas Ibu mertuaku sambil menatap
mataku.

Aku terdiam lemas sambil melihat Ibu mertuaku datang menghampiriku dan
memelukku dengan mesra. Aku balas pelukannya dan kucium dahinya. Kubantu
dia membersihkan mulutnya yang masih penuh spremaku dengan menggunakan
kaos olahragaku tadi. Aku duduk di ranjang, telanjang bulat dan
berkeringat, menghirup minuman yang entah kapan sudah tersedia di meja
riasnya. Sedang Ibu mertuaku, tiduran dekat dengan burungku.

"Kenapa jadi begini, Bu..?" tanyaku sambil tersenyum.

"Ibu cuma pengen aja kok.." balas Ibu mertuaku genit. Diusap-usapnya
dengan mesra batang burungku, sambil tersenyum khas wanita nakal.

Aku belai rambutnya dan kuelus-elus pahanya sambil berkata "Ibu mau
juga?" godaku sambil tersenyum. Dia menggangguk pelan, kusudahi minumku
dan lalu kucium bibir Ibu mertuaku.
Dia balas ciumanku dengan mesra, aku melihat tipe Ibu mertuaku bukanlah
tipe wanita yang haus akan seks, melainkan dia haus akan kasih sayang.
Berhubungan intim pun sepertinya senang yang pelan-pelan bukannya
seperti seekor serigala di musim kawin. Aku ikut pola permainan Ibu
mertuaku, pelan-pelan kucium dia mulai dari bibirnya terus ke bagian
leher dan belakang kupingnya, dari situ aku ciumi terus ke arah dadanya.
Kubantu dia membukakan pakaiannya, kulepas semua pakaiannya. Kali ini
aku benar-benar melihat semuanya. Kulitnya masih mulus, tak seperti
kulit wanita seumurannya. Payudaranya masih kencang dan kenyal, perutnya
rata dan singset, pinggang dan pinggulnya tampak montok, paha, betis dan
kakinya kencang karena sering aerobik dan jogging dengan teman-teman
arisannya.

Kuraba dan kuusap semua tubuhnya dari pangkal paha sampai ke
payudaranya. Aku kembali ciumi dia dengan pelan dan beraturan. Kunikmati
dengan pelan seluruh bentuk tubuhnya dengan mencium, menjilat, dan
membelai setiap senti bagian tubuhnya. Payudaranya kupegang, kuremas
pelan dan lembut, kucium dan kugigiti putingnya. Kudengar desahan nikmat
dan nafasnya yang tidak beraturan. Puas beraksi di dada aku terus
menyusuri bagian perutnya, kujilati perutnya yang indah itu, serta
memainkan ujung lidahku di atasnya dengan putaran lembut yang membuat
dia sedikit berkejang-kejang. Tangannya terus meremas dan menjambak
rambutku, sementara lidahku melata pelan ke arah memeknya.

Sampai akhirnya bibirku mencium daerah berbulu miliknya, tercium aroma
memeknya yang harum lalu kujilati bibir memeknya. "Oucchh.. terus
sayang, kamu lembut sekali.. tee.. teruss.." kudengar suara erotisnya pelan.
Kumainkan ujung lidahku menyusuri dinding memeknya, kadang masuk kadang
menjilat membuat dia seperti berada di awang-awang. Kujilati klitorisnya
dan semua yang ada di daerah kemaluannya. Kusedoti cairan yang membanjir
dari memeknya. Kulakukan ini terus menerus, dan kudengar desahan
erotiknya yang semakin keras. Beberapa menit kemudian, ketika dia mulai
di ambang orgasmenya tiba-tiba dengan tak sabar ditariknya kepalaku dan
dia kembali melumat bibirku dengan panas. Dia membalikkan tubuhku dan
mulai bergerak merayap ke atas tubuhku. Dipegangnya kembali burungku
yang sudah kembali siap menyerang. Lalu diarahkannya burungku yang sudah
siap tempur itu ke lobang memeknya...

Setelah beberapa kali dicoba, "Blesshhh..." masuk sudah seluruh batang
burungkuku tertelan memek ibu mertuaku. Diangkat dan digoyang pantatnya.
Dia memutar-mutar pinggulnya, berusaha untuk mendapatkan kenikmatan dari
batangku seperti yang dia mau.

"Ah.. uh, nikmat banget ya..!" kata Ibu mertuaku. Dengan gerakan seperti
itu tak lepas kuremas payudaranya dengan mesra.

"Aahhh...uuhh...bessarr...banggett...punnyaa...muuhh...Do ohh!" gerakan
naik turunnya makin cepat.

"Ohh...nikmaattt...ahhh...uhhh...dahsyaaatt..." desah Ibu mertuaku terus
naik turun menikmati pompaan burungku. Dicakarnya dengan gemas otot-otot
kekar di dada dan di perutku....
"Ohhh...aahhh...miiliikk...Ibu...juggaa...ennakk" erangku penuh nikmat
sambil tak lepas kuremas-remas payudaranya.
"Sempiitt...ohhhh...terusshh...jepiitt buruuunggkuu...ohhh...Buuhhh..."
erangku berlanjut merasakan hisapan memeknya pada burungku. Memek Ibu
mertuaku memang masih nikmat kurasakan. Walau sudah berumur, rasanya
tidak kalah dengan memek para perempuan lain yang pernah kutiduri
sebelumnya. Tampaknya Ibu mertuaku sangat pintar menjaga kemaluannya itu.

Setelah cukup lama naik-turun keluar-masuk, Ibu mertuaku mulai
menunjukkan tanda-tanda.

"Aduh, Ibu nggak tahan lagi sayang..." kata Ibu mertuaku. Aku mencoba
membantunya mendapatkan kepuasan yang mungkin belum pernah dia alami
sebelumnya. Gerakannya semakin cepat dari sebelumnya, dan tak lama dia
berhenti sambil menarik tanganku agar aku bangkit. Diarahkannya wajahku
ke arah payudaranya sambil berujar;
"Ayyooo Ddoohhh... hisap dan susui toketku..." Kupenuhi permintaannya
dengan senang hati. Kuhisap, kujilat dan kugigit gemas payudaranya yang
bagus itu. Ibu mertuaku mengerang-erang merasakan nikmatnya perbuatanku
itu....

"Aaaahhh... aahhh... aaahhh... pintaarrsss kamuuhhh Sayanngghhh..."

Kurangkul tubuhnya lembut dan terus menggoyangkan batang burungku yang
masih di dalam dengan keras dan bertenaga. Hingga akhirnya...

"Ahh.. ah.. ahhss.." desah nikmat Ibu mertuaku. Keluarlah cairan
kewanitaannya membasahi burungku yang masih terbenam di liang memeknya.

"Ahhss...ohhhh...nikmaattnya burungmu...Ddoohh!" desahnya lagi sambil
tubuhnya yang mengkilat karena keringatnya itu berkejat-kejat, menerima
gelombang kenikmatan yang datang menderanya. Kami sama ambruk ke
ranjang. Kupeluk dia sambil kuciumi bibirnya dan kuelus-elus punggung
mulusnya. Dia terdiam dalam dekapanku. Kubiarkan dia menikmati sisa-sisa
orgasmenya.
Setelah kurasa dia sudah cukup beristirahat, kugoda dia lagi

"Enak ya.. Bu... Mau lagi..?" Dia menoleh dan tersenyum sambil
telunjuknya mencoel ujung hidungku.

"Kenapa? Kamu juga mau lagi?" canda Ibu mertuaku.

Tanpa banyak cerita kumulai lagi gerakan-gerakan panas, kuangkat Ibu
mertuaku dan aku menidurkannya sambil mencium bibirnya kembali. Untuk
sesaat kami saling berciuman dengan panas, saling tukar lidah dan ludah.
Tangan-tanganku dan Ibu mertuaku bergerak nakal, tetapi tetap dengan
gerakan yang lembut menggerayangi tubuh pasangannya. Kami juga tak lepas
berciuman dalam posisi ini. Kemudian kembali kumasukkan burungku ke
memeknya. Hanya sebentar aku bermain dalam posisi itu, lalu kutuntun dia
untuk bermain di posisi yang lain.
Kuajak dia berdiri di samping ranjangnya. Awalnya dia bingung dengan
posisi baru ini. Tetapi untuk menutupi kebingungannya kuciumi tengkuk
lehernya dan kujilati kupingnya. Kuputar tubuhnya untuk membelakangiku,
kurangkul dia dari belakang. Tangan kanannya memegang batang burungku
sambil mengocoknya pelan, sementara kedua tanganku memainkan
payudaranya. Kemudian kuangkat kaki kanannya dan kupegangi kakinya.
Sepertinya dia mulai mengerti bagaimana aku akan bermain. Tangan
kanannya menuntun burungku ke arah memeknya, pelan dan pasti kumasukkan
batang burungku dan masuk dengan lembut... "Bleeeppp..." Ibu mertuaku
melenguh dan mendesah nikmat, kutarik dan kudorong pelan burungku,
sambil mengikuti gerakan pantat yang diputar-putar Ibu mertuaku.
Luar biasa nikmat kurasakan pengaruhnya pada burungku. Kutambah
kecepatan gerakanku pelan-pelan, masuk-keluar, masuk-keluar, semakin
lama semakin cepat. Kupegang erat-erat kaki kanannya agar tidak jatuh,
kudekap Ibu mertuaku dengan tangan kiriku, sambil kumainkan payudara
kirinya. Sesekali kuciumi tengkuk lehernya.

"Ah.. ah.. Dod.. Dodo, kammuu..!" desahan erotis Ibu mertuaku mulai
keras terdengar.

Cukup lama kupompa memeknya, kurasakan tubuh Ibu mertuaku bergetar.

"Ibu mau keluar lagi.. Do..." jeritnya. Mendengar kata-katanya, semakin
kutambah kecepatan sodokan batangku dan...

"Acchh...aaahhh...ooochhh" keluarlah cairan ejakulasi dari memek Ibu
mertuaku, turun membasahi tangan dan pahaku. Ibu mertuaku
berteriak-teriak erotis dalam pelukanku. Tubuhnya berkejat-kejat liar,
bergetar lemas dan langsung jatuh ke kasur.
Sesampainya di kasur kubalik tubuhnya dan kucium balik bibirnya. Kembali
kumasukkan burungku ke memeknya. Dia balas memelukku dan menjepit
pinggang rampingku dengan kedua kakinya. Kuayun pantatku naik turun
tambah cepat membuat Ibu mertuaku semakin meringkih kegelian.

"Ayo Do, kamu lama banget sih.. Ibu geli banget nih.." kata Ibu mertuaku.

"Dikit lagi, Bu..!" sahutku. Ibu mertuaku membantuku keluar dengan
menambah gerakan erotisnya. Pantatnya berputar-putar mengimbangi
pompaanku. Bermenit-menit kukocok kemaluannya, aku mulai merasakan
tanda-tanda. Kurasakan kenikmatan itu datang tak lama lagi. Tubuhku
bergetar dan menegang, sementara Ibu mertuaku memutar-mutar pantatnya
dengan cepat. Akhirnya...

"Crrootttt... cccrrrrooottttt... ccrrroootttttt...."

Kuhamburkan seluruh spermaku dalam-dalam ke memeknya. Ada sekitar 7 kali
semburan pejuhku ke dalam memeknya.

"Ahhcckk.. ahhk.. aduhh.. nikmatnya" kataku. Ibu mertuaku meresponnya
dengan memelukku dengan erat.

"Waduh banyak juga kayaknya kamu keluarkan pejuhmu untuk Ibu..." kata
Ibu mertuaku sambil tersenyum.

Kucabut burungku yang sudah kembali ciut ukurannya dari jepitan
memeknya, lalu berbaring di sampingnya. Aku terkulai lemas di sisi ibu
mertuaku. Kemudian Ibu mertuaku mendekatiku dan merebahkan kepalanya di
dadaku. Tangan halusnya membelai-belai perut sixpackku lalu bergerak
turun untuk meremasi batang burungku. Dia mainkan sisa cairan di ujung
batangku. Aku sedikit kegelian begitu tangan Ibu mertuaku mengusap-usap
kepala burungku yang sudah kembali menciut.Sesaat kami saling bercanda
sambil berciuman mesra. Setelah puas, kucium bibir Ibu mertuaku lembut,
kemudian pamit keluar kamar untuk mandi. Tak lama ibu mertuaku ikut
menyusulku mandi.

Begitu istriku pulang, kami bersikap seolah-olah tak ada yang terjadi.
Kami bertiga asyik mengobrol dan bercanda-canda. Namun saat kami
berpandangan, dapat kulihat sorot matanya menatapku yang seakan-akan
ingin mengulanginya kembali bersamaku.
Semenjak hari itu aku sering mengingat kejadian itu. Bayangan Ibu
mertuaku yang mendesah-desah nikmat merasakan pompaan burungku ini
sering menghiasi mimpi-mimpiku. Saat aku sedang menyetubuhi istrikupun,
tetap saja ingatanku melayang ke situ. Kadang kalau aku tak sengaja
menatap cermin meja rias istriku, terbayang peristiwa nikmat di hari
yang indah itu. Bayangan aku dan Ibu mertuaku yang sedang asyik bergelut
menimba gairah birahi.

Kami saling mencabik, bergelut liar, dan mengerang-erang penuh
kenikmatan. Kalau sudah begitu, burungku akan bangun-tegak membesar
memanjang-menuntut untuk dipuaskan kesenangan biologisnya. Akhirnya
terpaksalah aku beronani untuk meredam kehausan seksual burung
kesayanganku ini.
Sudah empat hari ini Ibu mertuaku pergi dengan teman-temannya dalam
acara koperasi Ibu-Ibu di daerah itu. Otomatis aku hanya bisa bertemu
dengannya malam saja. Hingga sampai suatu hari. Saat itu Kamis jam 05.00
sore aku sudah ada di rumah, kulihat rumah sepi seperti biasanya.

Sesampainya di rumah aku bergegas untuk mandi, karena aku sudah mampir
dulu di sebuah gym tadi. Sebelum masuk ke kamar tidurku kulihat di kamar
mandi ada orang yang mandi. Aku bertanya "Siapa di dalam?"

"Ibu! Kamu sudah pulang Do.." balas Ibu mertuaku.

"O, iya. Kapan sampainya Bu?" tanyaku lagi sambil masuk kamar.
"Baru setengah jam sampai!" jawab Ibu mertuaku.
Kuganti pakaianku dengan pakaian rumah, celana pendek dan kaos oblong.
Aku berjalan ke dapur hendak mengambil handukku untuk mandi. Begitu
handuk sudah kuambil aku bermaksud kembali lagi ke kamar, mau ambil
pakaian kotor sekaligus ingin mengecek HPku sebelum mandi. Saat lewat
kamar mandi, kulihat Ibu mertuaku keluar dari kamar mandi dengan hanya
menggunakan handuk yang dililitkan ke tubuhnya. Aku menunduk mencoba
untuk tidak melihatnya, tetapi dia tampak sengaja menubrukku.

"Kamu mau mandi ya?" tanya Ibu mertuaku kepadaku.

"Iya, emang kenapa Bu"? tanyaku. Mataku langsung saja tertumbuk pada
payudaranya yang putih dan montok itu. Ingin rasanya kujilati dan
kususui sepuasnya sampai dia keluar... aku menelan ludahku membayangkan itu.
Dia langsung peluk aku dan cium pipi kananku, sambil berbisik dia
berkata genit "Mau Ibu mandiin nggak?!"

"Eh, Ibu. Emang bayi pake dimandiin segala" candaku.

"Ayo sini.. biar bersih mandinya.." jawab Ibu mertuaku sambil mengerling
nakal dan menarikku masuk ke kamar mandi.

Sampai di kamar mandi aku taruh handukku sedangkan Ibu mertuaku membantu
melepaskan kausku. Sekarang aku telanjang bulat, dan langsung mengguyur
tubuhku dengan air. Ibu mertuaku melepaskan handuknya dan kitapun
telanjang bulat bersama. Matanya bersinar-sinar memandangi tubuh
telanjangku, seakan-akan dia ingin menelan habis diriku.

Melihat tubuhnya yang telanjang, aku spontan menelan ludahku. Burungku
mulai naik pelan-pelan melihat suasana merangsang seperti itu. "Eh,
belum diapa-apain sudah berdiri?" kata Ibu mertua menggodaku dengan
mencubit pelan batang burungku. Aku mengisut malu-malu diperlakukan
seperti itu. Kuambil sabun dan kugosok tubuhku dengan sabun mandi.
Kita bercerita-cerita tentang hal-hal yang kita lakukan beberapa hari
ini. Si Ibu bercerita tentang teman-temannya, sedangkan aku bercerita
tentang pekerjaan, aktivitas olahraga, dan lingkungan kantorku. Ibu
mertuaku terus menyabuni aku dengan lembut, sepertinya dia ingin membuat
pengalaman mandiku kali ini istimewa.

Sambil terus bercerita, Ibu mertuaku tetap menyabuniku sampai ke
pelosok-pelosok tubuhku. Kadang sambil menyabuni, tangannya nakal
bergerilya di tubuhku. Dicakarinya bukit dadaku. Burungku yang sudah
tegang, dipegangnya dan disabuninya dengan lembut.
Selesai disabun aku guyur kembali tubuhku dan sesudah itu
mengeringkannya dengan handuk. Begitu mau pakai celana, Ibu mertuaku
melarang dengan menggelengkan kepalanya sambil tersenyum nakal. Kami
lilitkan handuk di tubuh masing-masing. Setelah itu ditariknya diriku ke
kamarnya.

Sesampainya di sana, didorongnya dadaku ke atas kasurnya. Dia sendiri
langsung mengunci pintu kamarnya. Aku tersenyum melihatnya seperti itu.
Dia dekati aku, lalu dia lepaskan handuk di tubuhku dan tubuhnya.
Burungku memang sudah hampir total berdiri. Dia langsung bergerak ke
arah burungku dan mulai mengulum burungku. Pelan tapi pasti kurasakan
batang burungku yang sudah berdiri, tambah mengeras, memanjang, dan
membesar seiring kulumannya di burungku. Gairahku pun turut memuncak.
Kupegangi kepalanya yang naik turun sambil mendesah-desah nikmat. Mataku
merem melek merasakan kulumannya itu.
Cuma sebentar dia ciumi burungku, sekitar 10 menitan, langsung dia
menaikiku kembali. Dia arahkan burungku ke memeknya.
"Sleeppp...slleepp...sslleepp..." tiga kali tusukan, masuk sudah seluruh
burungku terbenam dalam memeknya. Dalam hati aku berpikir kalau Ibu
mertuaku memang sudah rindu sekali ingin melakukannya lagi denganku. Dia
angkat dan dia turunkan pantatnya dengan gerakan yang stabil. Aku pegang
dan remas-remas payudaranya membuat dia seperti terbang ke awang-awang
kenikmatan.
Tak lama kuubah posisi bercintaku. Aku bangkit, kudekap dia sambil terus
memompa burungku dalam-dalam ke memeknya, bibir dan tanganku
bermain-main di payudaranya. Desahan nikmatnya tambah keras dan goyangan
pantatnya tambah liar merasakan rambahan mulut dan tanganku di
payudaranya. Dan efeknya, putaran pantatnya membuatku seperti gila,
matanya merem melek keenakan, dan aku jadi tambah bersemangat untuk
menyodok memeknya.
Menit-menit berlalu, gerakannya semakin cepat dan dia bersuara pelan
"Oh... oh... ahcch..." tibalah dia ke puncak kenikmatannya. Dan tak lama
kemudian tubuhnya menegang kencang dan dia jatuhkan diri ke pelukanku
yang sudah kembali berbaring. Kupeluk dia erat-erat sambil mengatakan

"Waduh.. enak banget ya?"

"He-eh, enak" balasnya.

"Emang ngeliat siapa di sana sampai begini?" godaku.

"Ah, nggak ngeliat siapa-siapa, cuma kangen aja..." bisik mesranya ke
telingaku. Kali ini aku kembali bergerak, kuciumi dia terlebih dahulu
sambil kuremasi payudaranya. Kubuat dia mendesah geli dengan rabaan
tanganku di punggung dan pinggulnya, dan kubangkitkan gairahnya kembali.

Kutidurkan dia, lalu kunikmati kembali sekujur tubuhnya senti demi
senti, mulai dari payudara hingga ke pangkal pahanya. Sampai di daerah
memeknya, kujilati dinding memeknya sambil memainkan lobang memeknya
dengan tanganku. Kujilati klitorisnya, kusedoti cairan memeknya yang
mulai membanjir, dan kutusukkan memeknya dengan jari-jariku.

Ibu mertuaku mendesis-desis seperti kepedasan dan mengeluh nikmat karena
gerakanku itu. Terkadang dia membuka dan merapatkan pahanya yang indah
untuk mendekap wajahku, seakan-akan dia ingin agar kepalaku masuk ke
lobang memeknya. Sekitar 10 menit kumainkan kemaluannya, Ibu mertuaku
mulai tidak sabar.

"Ayo ah.. kamu ngebuat Ibu gila nanti..." kata Ibu mertuaku.

Aku beranjak bangun dan menindihnya sambil mengarahkan burungku masuk ke
dalam memeknya. Kugesek-gesekkan dahulu kepala burungku di kelentitnya,
lalu pelan mulai kumasukkan burungku ke lobang memeknya.

Sleppp...sleppp... Pelan-pelan aku goyangkan burungku, kadang kutekan
pelan dengan irama-irama lembut. Tak lama masuk sudah burungku ke dalam
dan Ibu mertuaku mendesis seperti ular cobra. Kugoyang pantatku,
kunaikkan dan kutekan kembali burungku masuk ke dalam memeknya.

Aku terus bergerak monoton dengan ciuman-ciuman mesra ke arah bibir Ibu
mertuaku. Sambil kuciumi mulutnya, kumainkan kembali payudaranya. Kuraba
dan kuremas payudaranya dengan lembut. Sesekali kumainkan juga
kelentitnya. Ibu mertuaku hanya mengeluarkan desahan-desahan nikmat
dengan matanya yang merem melek.

Kulihat dia begitu nikmat merasakan pompaan burungku di dalam memeknya.
Dia jepit pinggangku erat dengan kedua kakinya untuk membantuku menekan
batang burungku, yang sejak tadi masih aktif mengocok lobang memeknya.
Kedua tangannya memainkan rambut dan puting dadaku, sementara aku asyik
menjilati lehernya. Cukup lama kami bermain, gerakan Ibu mertuaku
bertambah liar.

"Aku nggak kuat, Do.." desah ibu mertuaku. Tak lama kemudiannya,
tubuhnya mulai kejang-kejang. Rupanya dia sudah mendekati puncaknya.

"Ahhh...ohhh...Dohh...aku keluarrrr..." erang nikmat Ibu mertuaku.

Pelukannya mengetat, dijambaknya rambutku yang membasah karena
keringatku dengan tangan kanannya, dan dicakarnya punggungku dengan
tangan kirinya. Dibenamkan wajahnya di dada bidangku. Digigitinya
putingku, dan dihisapnya lembut. Lalu kurasakan batangku tersiram cairan
memeknya yang meleleh karena orgasmenya yang kedua. Aku hentikan
pompaanku di memeknya, kuberikan kesempatan dia untuk istirahat sejenak
setelah keluar tadi.

Setelahnya kuminta dia berganti posisi. Kali ini aku memintanya untuk
menungging. Aku ingin menggaulinya dengan gaya doggie style. Ibu
mertuaku tersenyum mendengar permintaanku.

"Ohh...Puasin Ibu Doh...!"

"Iya buh!" jawabku parau. Begitu dia menungging, kusaksikan pemandangan
yang luar biasa dari posisi ini. Pantat Ibu mertuaku yang begitu bulat
dan montok, begitu terawat berkat ketekunannya berolahraga dan minum
vitamin, lobang kemaluannya yang begitu menggoda, dengan rambut
kemaluannya yang terpotong rapi. Glekk... kutelan ludahku melihat
pemandangan indah itu.

Kujilati sebentar daerah kemaluan dan lobang anusnya itu. Kujilat dan
kusedot-sedot memeknya dari belakang. Kumainkan juga lobang anusnya
dengan lidah dan jari-jari tanganku secara bergantian. Ibu mertuaku
mendesah-desah nikmat merasakan kenakalan tangan dan mulutku itu.

"Ayyyoohhh...Ddohhh...Cepetannn masukiiinnn burungmuhh ituhhh..." Ibu
mertuaku memohon dengan nada memelas. Sebenarnya aku masih ingin bermain
di daerah miliknya, tapi khawatir istriku akan pulang sebelum perbuatan
mesum kami ini selesai. Kuposisikan burungku ke arah memeknya.
Kumasukkan perlahan demi perlahan burungku ke dalam miliknya.
Sleeppp...sleep...bleeppp...masuk sudah seluruh burungku tertelan
memeknya, dan mulai kupompa dia.

Tak lama kurasakan memeknya mulai membasah, seiring dengan semakin
cepatnya pompaan burungku di memeknya. Desah dan rintih penuh kenikmatan
mulai terdengar kembali dari mulut kami berdua, seiring dengan
meningkatnya intensitas persetubuhan itu. Keringat deras mulai
bercucuran di sekujur tubuhku, dan beberapa di antaranya berjatuhan di
tubuh Ibu mertuaku, yang juga sudah licin oleh keringatnya sendiri.

"Dohh...ohhh...ahhh....ennaakkk...terusss..." desah nikmat Ibu mertuaku
merasakan pompaan burungku yang semakin cepat dan liar di memeknya.
Kuremas-remas payudaranya dari belakang. Kumainkan juga lobang anusnya
dengan jari tengahku.

"Ohhh...aahhh...asshh...beginihh...Buhhh...?" tanyaku sambil terus
memompa, sesekali menghujam-hujamkan burungku hingga melesak jauh ke
dalam memeknya.

"Oohh...ahhh...Iyaahhhh...kaya...gituuhhh..." balas Ibu mertuaku, penuh
kenikmatan. Aku semakin menambah kecepatan gerakanku apalagi setelah Ibu
mertuaku memintaku untuk keluar berbarengan, aku menggeliat menambah
erotis gerakanku. Hampir sejam sudah kami bergelut, bermandi keringat,
lalu...

"Acchh.. sshh.. ahhh.. ohhh" desah Ibu mertuaku sambil menjepit
erat-erat burungku dalam memeknya. Keluar sudah cairannya membanjiri
burungku. Semenit kemudian ketika aku hampir keluar, kutekan dalam-dalam
burungku ke dalam memeknya. Dengan jeritan yang keras, kuhamburkan
spermaku keluar dan masuk ke dalam memek Ibu mertuaku.

"Crrroooottttt... ccrrrrooottttt.... Cccrrrrrooottttt...."

"Ahhcckk.. ahhk.. aduhh.. oohh...nikmatnya" desahku. Aku benar-benar
puas dibuat Ibu mertuaku, sepertinya spermaku benar-benar banyak keluar,
membasahi lobang dan dinding memek Ibu mertuaku. Untuk sesaat kami masih
mempertahankan posisi seperti ini, sambil merasakan sisa-sisa nikmatnya
orgasme. Aku terus memegang erat pinggulnya erat-erat sambil sesekali
menekan burungku dalam-dalam, memastikan tak ada spermaku yang tersisa
di kepala burungku. Lalu kutarik burungku dari dalam memeknya.

Kuperhatikan spermaku dan cairan birahinya, meluap keluar dari lobang
memeknya saat kutarik burungku dari sana.

"Mungkin nggak ketampung makanya tumpah" komenku dalam hati.

Ibu mertuaku langsung berbalik posisi dan berbaring disusul aku
kemudian. Dia langsung merebahkan kepalanya di dadaku sambil memeluk
diriku mesra. Tangannya membelai-belai dadaku dan puting-putingnya.
Sesaat kami masih saling bercanda, sambil berciuman mesra, dan meremas
anggota seksual pasangannya. Sesudahnya aku beranjak bangkit, pamit ke
kamar mandi lalu mandi lagi.Kubersihkan sekujur tubuhku dari sisa-sisa
keringat dan sperma di burungku. Ibu mertuaku pun menyusul mandi tak
lama kemudian.

Setelah peristiwa nikmat yang kedua di hari itu, hubunganku dengan Ibu
mertuaku menjadi tambah mesra saja. 'Kuhajar' dia di mana saja, di kamar
mandi, kamarnya, kamarku, dapur, dan di ruang tamu kalau suasananya
mendukung. Kadang kalau lagi nafsu-nafsunya dia sering mengajakku
bercinta secara kilat di mana saja dia mau. Sebenarnya aku berusaha
menghindar untuk berkencan lagi dengannya, tetapi kita hanyalah manusia
biasa yang terlalu mudah tergoda dengan hal itu.
Aku selalu terangsang dengan kemolekan tubuh, kemampuan oral, dan
jepitan memeknya. Sebaliknya dia tergila-gila dengan tubuh atletis,
ukuran burung, dan keperkasaanku di atas ranjang. Hubungan mesum kami
terus berlanjut selama enam bulan ke depan, hingga akhirnya dia
memutuskan pindah dari rumahku. Ibu mertuaku pindah ke rumah anaknya
yang sulung, aku tahu maksudnya. Tetapi istriku tidak menerimanya dan
berperasangka negatif bahwa dia tidak mampu menjaga ibunya yang satu itu.